“Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu memerangi pasukan (musuh),
maka berteguh hatilah
dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya
agar kamu beruntung.” (al-Anfal:45).
- A. Persatuan Umat (Ittihadul-Ummah)
Entah, bahasa apa yang dapat membekas di hati kita agar memahami makna dan pentingya persatuan umat (ittihadul-ummah). Kepedihan sejarah yang mendera umat Islam selama ini dikarenakan hilangnya harga diri (muru’ah)
terhadap persatuan. Dan kalau ada, keinginan tersebut seringkali
hanyalah sekedar pemanis pidato dan retorika. Nurani terasa bergetar
setiap mendengarkan gelora para mubaligh cerdik yang “menggelitik” agar
kita mau melepaskan segala kebanggaan terhadap suatu golongan (‘ashabiyah)
dan menggantinya dengan “jubah” jamaah: satu komando (imamah), satu
jamaah, satu harakah. Sesekali iman terasa segar karena mendengarkan
firman Allah:
“Dan janganlah kamu menyerupai
orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan
yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang akan mendapat
siksa yang berat.” (Ali Imran: 105).
Akan tetapi, alangkah sedihnya nasib
persatuan umat. Alangkah berdukanya pelita persaudaraan. Seruan dan
untaian ayat tersebut bagaikan angin lalu. Sesaat angin berhembus penuh
harapan, lalu diam. Mereka pun kembali asyik dengan dirinya sendiri,
golongan, dan mazhabnya masing-masing. Seakan-akan, mata hati dan
pendengarannya telah buta dan tuli untuk melihat dan mendengarkan
jeritan umat yang tercabik oleh angkara zionis Yahudi dan kaum kafir
yang “melahap” hampir seluruh pori-pori tubuh umat yang mengaku beragama
Islam. Lantas, bahasa seperti apakah yang paling memukau dan
menggerakkan jiwa untuk membuat kita mengerti. Padahal, betapa di luar
tempat ibadah masih terlalu banyak persoalan umat. Betapa di lapangan
kehidupan nyata, jiwa umat tercabik dan terkoyak serta kehilangan arah
dan panduan. Bagaikan tidak mengenal kata “kapok”, para pemimpin umat
tidak pernah ingin “meleburkan” dirinya dalam satu barisan dan bangunan
yang kokoh, yaitu jamaah.
Kalau saja kita mau merenung dengan hati
seorang yang tulus dan ikhlas secara mendalam. Apalah artinya partai,
golongan, dan organisasi, kalau semua itu hanya dijadikan sekadar alat
dan bukanlah tujuan. Kalau saja kita memang bergemuruh ingin menjayakan
Islam dan umatnya, lantas beban apakah yang paling berat untuk
melepaskan atribut, ketua, pemimpin, atau apa pun jabatan organisasi
demi persatuan umat. Kiranya, kita masih membutuhkan lebih banyak
negarawan yang berpihak kepada umat keseluruhan dan tidak cukup sekadar
menapakkan wajah politisi yang hanya mempunyai ambisi memenangkan partai
atau golongannya.
Sindiran Rasulullah SAW yang mengatakan
umat Islam yang banyak tetapi bagaikan buih yang tidak lagi menggugah
jiwa. Kebanggaan kelompok dan sikap egois telah membuat kita terpecah
bagaikan makanan yang terhidang nikmat untuk diperebutkan orang-orang
lapar. Memang kelihatannya kita sama-sama bekerja, padahal tidak pernah
mau bekerja sama. Kalau ada, itu pun hanya sekadar simbol. Tidak pernah
sampai pada tujuannya yang paling substansial. Umat merintih pedih
karena kita tidak lagi mempunyai khilafah. Wajah umat mengharu-biru
karena tidak ada lagi arah dan tempat mengadu. Ketika sepatu laars
tentara zionis menapakkan kakinya di hamparan kehidupan, mengepulkan
asap, dan debu-debu kemenangan, juga merampas dan memburu diri kita yang
terpenjara dalam “strategi 9F”:
- Finance/fund (keuangan),
- Food (makanan),
- Film (film),
- Fashion (busana),
- Fun (kesenangan),
- Fiction (khayalan),
- Faith (kepercayaan),
- Friction (perpecahan), dan
- Fitnah.
Kita semua bagaikan terkena hipnotis,
tidak berdaya, bahkan tanpa perasaan berdosa sedikit pun, berpura pura
menyambutnya dengan penuh antusias. Dari hari ke hari, perangkap itu
semakin mengikat, membelenggu cara berpikir, bahkan cara berbudaya yang
menyebabkan kita lupa dengan firman Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu
mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya
mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu
beriman.” (Ali Imran: 100)
Peringatan Allah tidak lagi menggetarkan
nurani kita, tidak juga jiwa para pemimpin umat yang seharusnya dengan
gigih tidak mengenal lelah memperjuangkan cita-cita luhur memenuhi
seruan Ilahi yang dengan sangat jelas menyerukan kepada terwujudnya
persatuan umat (ittihadul ummah).
Rasulullah SAW bersabda, “Aku wasiatkan
kepada kalian (agar mengikuti) para sahabat kepada generasi berikutnya,
kemudian kepada generasi berikutnya. Kalian harus berjamaah. Waspadalah
terhadap perpecahan, karena sesungguhnya setan bersama orang yang
sendirian. Dia akan lebih jauh dari dua orang. Barangsiapa menginginkan
bau wangi surga maka hendaklah tetap teguh dengan jamaah.” (HR
at-Tirmidzi).
Dalam hal ini, jelaslah bahwa wasiat
Rasulullah saw telah diabaikan dan diganti oleh sebagian umat dengan
mengangkat benderanya masing masing dengan penuh kebanggaan. Sungguh
mustahil apabila ada anggota partai atau golongan yang tidak mempunyai
kebanggaan terhadap partai atau golongannya. Sebab apabila tidak,
berarti mereka termasuk seorang anggota yang tidak memiliki loyalitas,
menurut rekan-rekan separtai atau segolongannya walaupun sering kita
mendengar berbagai alasan rasional dari para anggotanya, bahwa partai
dan golongan hanyalah sekadar alat dan siasat. Untuk itu, ada baiknya
sesekali kita merenungkan ayat dan hadits tentang jamaah dan persatuan
umat Setelah melakukan perenungan tersebut, kini saatnya untuk melihat
dengan mata hati kita yang paling tajam. Tangkaplah deru perjuangan
dengan akal kita yang paling cemerlang; tidakkah pada hakikatnya kita
telah terperangkap dalam jebakan zionis Yahudi yang berseru lantang:
“Lumpuhkan umat Islam, penjarakan mereka
dengan kebanggaan partai dan kelompoknya masing masing, karena hanya
dengan cara itu kita (para pengikut kaum zionis) mampu menguasai
mereka.”
Padahal, kalau saja bisikan nurani
didengar dengan jujur, pahamlah kita bahwa salah satu yang termasuk
golongan musyrik itu, antara lain adalah mereka yang bangga dan fanatik
dengan partai atau golongannya. Hal itu sebagaimana firman-Nya:
“.. janganlah kamu termasuk orang-orang
yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama
mereka dan mereka menjadi beberapa golongan; tiap-tiap golongan merasa
bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (ar-Rum: 31-32).
“Kemudian mereka (pengikut-pengikut
Rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah-belah menjadi beberapa
pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi
mereka (masing-masing).” (al-Mu’minun: 53).
Ayat tersebut seakan-akan mempertegas dan sekaligus menjadi garis pemisah (furqan)
antara masyarakat muslim dan musyrikin. Sebuah batas kesadaran yang
hanya dapat dipahami melalui perenungan serta kerendahan hati yang penuh
rasa takut. Tentu saja, segudang argumentasi dapat disusun dengan rapi
dan jenius untuk menyatakan bahwa perbedaan tersebut tidaklah
menunjukkan perpecahan. Jelaslah bahwa dalih tersebut benar-benar hanya
siasat dan bukan tujuan, melainkan alat. Untuk kesekian kalinya kita
harus pahami bahwa apa pun bentuk siasat, takkik, metode, atau wasilah
akhirnya berpulang kepada hati nurani kita masing-masing. Benarkah
demikian? Benarkah ketika kita berargumentasi bahwa partai dan golongan
itu hanya sekadar siasat dan tidak dipengaruhi unsur hawa nafsu
fanatisme golongan atau ‘ashabiyah?
Bagaimana mungkin kekuatan yang besar
itu tidak berdaya berhadapan dengan musuh-musuh yang dengan sangat jelas
ingin menghancurkan eksistensi sistem Islam. Bukankah Umar bin
Khaththab r.a. telah mengatakan kalimat “bersayap” tentang persyaratan
tegaknya Islam melalui: imamah, jama’ah, tha’ah, bai’at, sudah
sangat jelas diuraikan. Setiap gerakan kehidupan tidak dapat terlepas
dari sistem jamaah. Hidup dan berpartai sekalipun seharusnya bertumpu
pada sistem jamaah (al hayatu wal-hizb huwal jama’ah). Tanpa
berjamaah niscaya kita akan teperosok dalam sikap egois,
individualistis, dan mengulangi pahitnya sejarah kekalahan Islam yang
terusir dari Andalusia. Tragedi sejarah tanah Karbala yang memilukan,
kecemerlangan Cordova dan Universitas Castilia di Andalusia telah sirna.
Nurani yang tercabik hanya bisa bermadah sembilu, seperti bait berikut:
Karbala oh Karbala
Jantung nubuwah memerah darah
Hawa amarah mencabik ukhuwah
Jeritan pewaris cinta
Mengiringi umat semakin resah
Cordova oh Cordova
Sepenggal cahaya telah sirna
Mutiara berbinar dari Andalusia
Bangkit sejenak kemudian diam
Cordova- al-Hambra
Castilia dan Granada
Hanya tinggal nama
Tahukah Tuan, mengapa demikian?
Karena umat berkelompok-kelompok
Lupa hikmah dan petuah
Tiada tegak Islam kecuali berjamaah
Tiada jamaah kecuali imamah
Tiada imamah kecuali tha’ah
Jangan lukai jiwa bagaikan tragedi Karbala
Atau kekalahan Cordova
hanya ada satu kata, jamaah!
Hanya satu jiwa la ilaha illallah
Tatanan khilafah telah runtuh dan diubah
dengan sistem dinasti atau sistem yang sungguh jauh dari Al-Qur’an,
walaupun lambat, tetapi pasti. Seluruh sistem yang tidak bersumber dari
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul dapat menyebabkan hilangnya jamaah.
Seharusnya, para mubalig dan para pemimpin Islam tidak mengenal henti
untuk memperkokoh barisan dan mempersatukan hati (ta’liful-quluub) untuk menuju satu sistem yang utuh, total, dan mencakup segala segi yang holistis (bersifat keseluruhan, ed.)
agar terhindar dan tidak terkontaminasi oleh gaya pemikiran kaum kafir
yang bersifat hedonistik, individualistis, dan sekuler. Nilai-nilai
agama mereka buang di kotak sampah. Jiwa amarah membungkus para abdi
nafsu dengan penuh ambisius, seraya mencatut nama rakyat. Mereka pun
menohok harga diri orang beragama. Moral, etika, dan sopan santun hanya
sebuah kata yang semakin samar-samar, apalagi cinta dan akhlak karimah.
Prinsip jamaah yang berdiri di atas
tiang saling memahami (tafahum), saling bertanggung jawab (takaful),
saling menolong serta saling membela (ta’awun), dan adil berkesimbangan
(tawazun), kini hanya tinggal kenangan. Puing-puing yang sulit untuk
dikumpulkan kembali, karena jiwa telah dinista oleh gaya berfikir yang
jauh dari prinsip Islami. Padahal, dengan sangat jelas dan tandas, Allah
telah menyerukan mereka dengan firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah
kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti
langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata
bagimu.” (al-Baqarah: 208).
Totalitas gerakan tersebut tidak lain
dalam satu ritme organisasi yang berada dalam sistem jamaah. Inilah
kunci kemenangan umat Islam. Tidak pernah ada satu aksioma yang bisa
memenangkan perjuangan umat Islam kecuali dalam sebuah tatanan jamaah.
Lantas iman yang seperti apa lagi yang
akan menafikan seruan Allah dengan firman-Nya, “Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang
teratur, seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
(ash-Shaff: 4).
Bagaimana mungkin bangunan menjadi kuat
apabila tumpukan batanya berserakan? Bagaimana mungkin pula memenangkan
peperangan apabila seluruh kekuatan tidak disatu-padukan dalam satu
langkah, satu komando menuju kemenangan. Ayat tersebut merupakan aksioma
Ilahiyah yang tidak bisa digugat.
Selama umat Islam terkotak-kotak dan
terpelanting dalam kolam-kolam yang kecil, maka ia tidak akan
diperhitungkan, bahkan tidak akan dilihat dengan sebelah mata oleh
musuh-musuhnya. Bagaikan buih. Keberadaan dan ketiadaannya sama saja.
Batu bata betapapun mahal kualitasnya, tetaplah hanya sebuah batu bata.
Akan tetapi, apabila mereka ditumpuk dan dikelola di bawah tangan
seorang yang piawai, maka jadilah dinding bangunan yang kokoh.
Mungkin, inilah keprihatinan yang teramat mendalam dari ucapan terakhir Rasulullah saw menjelang wafatnya beliau, “Umatku, umatku, umatku.”.
Adakah beliau gundah melihat umatnya kelak yang terpecah-pecah? Adakah
beliau berwasiat kepada kita semua agar mewujudkan cita-citanya untuk
menjadi umat yang berjamaah? Kalau saja dugaan kita benar, betapa beliau
merintihkan harapannya kepada kita. Dengan kata lain, apabila kita
tetap tidak peduli dengan seruan persatuan umat, masih pantaskah kita
berdiri dan mengaku pengikutnya? Sedangkan wasiat beliau agar tidak
berkelompok (berfirqah), namun tidak sedikit pun yang mau memperjuangkannya? .
Maka tidak ada kata yang paling mendesak untuk dilaksanakan, kecuali persatuan umat (ittihadul-ummah).
Kalau saja dimungkinkan, seharusnya ada semacam reformasi pemikiran
untuk menjadikan persatuan umat bagian dari rukun perjuangan umat Islam.
Kalau saja diupayakan dengan penuh kesungguhan, kiranya persatuan umat
dapat menjadi “pelajaran wajib”, khususnya bagi putra-putri kita yang
memasuki bangku
sekolah. Sayang, seruan ini hanya
dianggap sebagai angin lalu. Persyaratan utama yang menyebabkan tidak
datangnya pertolongan Allah, karena kita menganggap persatuan umat atau
berjamaah hanya sebagai retorika belaka. Padahal, seruan ini bersumber
pula dari wasiat suci baginda Rasulullah saw sebagaimana diriwayatkan
oleh Ibnu Umar, Rasulullah saw bersabda:
“Umat Muhammad saw akan berada dalam
kesesatan (selama tidak berjamaah), karena tangan Allah bersama jamaah.
Barangsiapa menyempal maka dia menyempal ke neraka.” (HR at-Tirmidzi).
Oleh karena pentingnya hakikat berjamaah
maka Rasulullah saw kembali menyerukan kita sebagaimana sabdanya,
“Barangsiapa memisahkan diri dari jamaah, sejengkal kemudian dia mati
maka matinya adalah mati jahiliah.” (Muttafaq’alaih dari Ibnu Abbas).
Tidakkah kita merasa takut kepada Allah
apabila seruan Rasulullah saw serta ayat-ayat muhkamat Nya –ayat-ayat
yang terang dan tegas maksudnya– kita abaikan? Ataukah jiwa kita telah
dicuci oleh kenikmatan dunia, harta; dan ambisi kekuasaan, sehingga dada
kita kosong dari kesadaran (zikir) akan pentingnya partai Allah; yang
berorientasikan pada satu pimpinan; satu gerakan satu kekuatan, Islam
bersatu?
Air mata mengalir dari jiwa yang
merintih karena diantara kita sudah kehilangan kesadaran perjuangan
untuk meneruskan warisan suci ini.
Padahal Allah berfirman, “Setan telah
menguasai mereka, lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah, mereka
itulah golongan setan. Ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan setan itu
golongan yang merugi.” (al-Mujadilah: 19).
Kita sangat mafhum bahwa ajaran setan
dapat berwujud dalam bentuk apa pun juga. Dia menyelusup dalam otak
manusia. Dari produksi hasil pemikiran yang telah diselusupi setan itu
adalah penolakan terhadap gairah Islamiyah untuk mempersatukan umat:
Dengan gaya retorika dan logika palsunya, mereka berdendang, “Ini semua
siasat bung! Kami tidak berpecah, kami tetap bersumberkan Al-Qur’an dan
hadits.”
Alangkah naifnya cara berpikir seperti
itu yang tercabut dari akarnya. Umat Islam bagaikan terlena dalam
gemuruh ornamen dan hiasan duniawi yang “diimpor” dari pusat-pusat
pergerakan zionis. Seperti ungkapan ini, “Siang hari kamu lupa bekerja
dan lalai, wahai orang yang tertipu. Dan malam hari kamu lelap tertidur,
sungguh celaka tidak terelakkan!”
Kalau saja umat Islam terjaga dari tidurnya niscaya mereka memahami makna akidah sebagai keberpihakan penuh (kaffah). Mulai dari niat, alat, dan siasat haruslah berpihak pada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana firman-Nya:
“Dan barangsiapa mengambil Allah;
Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka
sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. ”
(al-Maa’idah: 56)
B. Perang Global
Allah SWT berfirman, “Orang-orang Yahudi
dan Nasrani tidak senang kepadamu sehingga kamu mengikuti agama
mereka….” (al-Baqarah: 120).
Pihak zionis telah “memproklamasikan”
perang global. Prajuritnya bukan dalam bentuk tentara berseragam dengan
senjata konvensional, melainkan tentara dalam bentuk pemanfaatan dan
pengembangan teknologi, seperti media massa, khususnya media
elektronik/televisi. Musuh-musuh Islam sangat sadar bahwa umat Islam
tidak bisa ditundukkan dengan senjata konvensional, betapapun
berteknologi tinggi. Contohnya saja Negara Teluk yang diembargo oleh
para zionis, bahkan diserang dengan kekuatan terpadu yang memakai sandi the blue star,
tapi pada akhirnya dapat mengandaskan ambisi “Yahudi besar” Amerika
(sedangkan Yahudi kecilnya adalah Israel) Begitu pula dengan Uni Soviet
dan Rusia “terkapar” tidak mampu menghancurkan semangat jihad kaum
Mujahidin Afghanistan. Tentara Amerika pilihan tidak pula mampu
menghantam negara Sudan maupun Libya. Mereka harus mengganti taktik,
yaitu menghancurkan umat Islam dengan serangan budaya, ekonomi, sosial,
dan politik. Mulailah dengan memecah-belah diantara mereka dan
membiarkan kita memetik buah dari konffik internal umat Islam sendiri.
Alvin Toffler dalam bukunya Powershift (Pergeseran Kekuasaan) ketika membahas bab “Gladiator Global”
menguraikan dengan sangat terperinci tentang kekuatan global gereja
Katolik. Mereka mengirimkan para diplomatnya yang sangat terlatih untuk
memberikan pengaruh di daerah mereka bertugas. Mereka harus menunjukkan
aktivitasnya yang simpatik, melebur dalam denyut kehidupan sosio-politik
dengan menghidupkan seluruh jaringan gereja. Jaringan ini bukanlah
hanya sekadar rencana di atas meja, tetapi sebuah “panggilan suci”. Kita
dapati hasilriya mulai tampak nyata, mulai dari Filipina sampai Panama.
Gereja Polandia semakin menujukkan wibawanya sebagai “pemerintah yang tenang” (the silent government) dan dikagumi karena keberhasilannya mempengaruhi kaum buruh solidarinos
melawan rezim Komunis. Para diplomat Vatikan mengakui bahwa berbagai
perubahan yang terjadi seluruh Eropa Timur sebagian besar dipicu oleh
Paus Johanes Paulus II yang didasarkan kepada obsesinya untuk membangun
“kerajaan Tuhan” di dunia. Kebijakan Paus merujuk pada dokumen yang
beredar di berbagai ibu kota Eropa pada tahun 1918, isinya mendesak
pembentukan negara-negara super Katolik yang terdiri atas: Bavaria,
Hongaria, Austria, Kroasia, Bohemia, Slovakia, dan Polandia. Usulan Paus
mengenai Eropa yang Kristen, dewasa ini, mencakup seluruh Eropa, mulai
dari Atlantik sampai Pegunungan Ural dengan populasi 700 juta jiwa (A.
Toffler, Powershifi: 1990).
Semangat kesaksian mereka sungguh sangat
mengagumkan. Mereka ditunjang oleh kekuatan dan profesionalisme,
mempunyai dana, organisasi, sumber daya manusia dengan semangat
“keterpanggilan” yang luar biasa. Setiap hari kerja, peta dunia digelar
di meja para pembantu Paus di Vatikan. Peta dunia dianalisis dan
diberikan berbagai catatan kecil sebagai petunjuk penilaian pencapaian
gerakan para “prajurit Tuhan”. Dari meja kepausan di Vatikan
disebarkanlah jutaan pesan-pesan ke pelosok bumi. Dari mulai keuskupan
di ibu kota sampai hutan belukar di pedalaman Afrika dan Papua Nugini.
Jutaan buku di perpustakaan disunting
dan dibuatkan kliping serta garis besarnya untuk melengkapi bahan para
“prajurit tuhan” melaksanakan kesaksian sucinya. Mereka membentuk
ikatan para ahli, mulai dari sejarawan, antropolog, dokter, pekerja
sosial yang menguasai berbagai bahasa, kebiasaan, budaya,
sosial-ekonomi, bahkan kecenderungan politiknya. Mereka mendirikan
berbagai pendekatan kemanusiaan yang
berkualitas, mulai dari panti asuhan,
rumah sakit, lembaga pendidikan sampai pada penampungan rumah jompo.
Kaum zionis bersatu padu untuk menghantam dan menenggelamkan gerakan dan
gairah dakwah Islamiyah. Itulah sebabnya, dalam perang global yang
tidak “berbau” mesiu, tetapi “beraromakan” dunia materi hedonistik,
mereka selundupkan ke pelosok negeri, umat Islam diingatkan Allah
sebagaimana firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu), sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian
yang lain. Dan barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi
pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim.” (al-Maa’idah: 51).
Memang, kita tidak memilih “orang” dari
kaum kafir untuk menjadi pemimpin. Akan tetapi sungguh sayang–disadari
atau tidak–dengan penuh suka cita, kita menari dan mereguk seluruh umpan
yang mereka taburkan dari pusat-pusat pengendalian mereka. Kita merasa
menang dan bersorak, dengan penuh kebahagiaan yang meluap. Padahal di
belahan bumi Barat, kaum zionis “mengangkat gelas” kemenangan
menyaksikan umat yang telah kehilangan kepribadian (muru’ah) dan terpecah dalam kelompoknya (firqah)
C. Kerajaan Tuhan (The Kingdom of God)
Gerakan pengkafiran yang memikat dan
ditunjang oleh sumber daya manusia, dana, serta teknologi menyebabkan
usaha untuk mengkafirkan umat Islam, secara perlahan tapi pasti
berhasil dalam waktu yang relatif singkat. Pembagian “kue” (wilayah)
yang diawali semangat conquistador antara Spanyol dan Portugis,
kini menjadi kenyataan. Mulai dari Papua Nugini, Timor Timur, Filipina,
Hongkong, Makao, sampai pantai-pantai dan pelosok Afrika Selatan dan
Pantai Gading. Akan tetapi, mereka menghadapi kepedihan yang memalukan
di Indonesia.
Belanda –mayoritas Protestan– yang
menjajah dan memeras habis-habisan sumber daya alam dan penduduk
pribumi selama 350 tahun, tidak mampu menjadikan Kristen sebagai agama
mayoritas di Indonesia. Berbeda dengan Filipina, mereka berhasil
menjadikan Katolik mayoritas di sana. Kegagalan ini menjadi luka yang
menganga dan membangkitkan perhatian serta ambisi Vatikan untuk
memprioritaskan Indonesia sebagai salah satu bentuk sukses misinya di
masa depan.
Maka, mereka pun “melirik” dengan sangat
tajam kepada masalah Timor Timur. Sebuah tempat strategis yang baru
saja ditinggalkan Portugis untuk dimasukkan dalam peta kesaksian
“prajurit Tuhan”. Masalah Timtim secara terus-menerus dijadikan isu
politik internasional yang benar-benar memojokkan Indonesia di mata
dunia. Bukan tidak mungkin Timtim yang diperjuangkan dengan darah dan
dana harus segera merdeka lepas dari Indonesia, akan mengundang “Yahudi
besar” (pemerintah Amerika) membangun pangkalan militernya untuk menjadi
“penyengat” stabilitas dari gangguan “raksasa” Cina, sekaligus
melindungi kepentingan Amerika sebagai polisi internasional, atau
mungkin bentuk imperialisme gaya baru? Atau Timor Timur sebagai
pengganti pangkalan militer di Subic Filipina. Dan kalaupun Timtim
merdeka, pihak zionis tentunya akan melepaskan peluangnya untuk
membangun habis-habisan Timtim, sekaligus mempermalukan Indonesia dan
mengusik kecemburuan pulau lainnya. Para prajurit ABRI yang gugur atau
cacat karena pengabdiannya kepada negara (pada Operasi Seroja) harus
sia-sia belaka. Bagaikan veteran Amerika yang pulang dari Vietnam bukan
untuk mendapatkan pujian, tetapi cemooh belaka yang mereka terima.
Bagaikan mengulang nostalgia lama,
ketika Cornelis de Houtman menginjakkan kakinya di bumi Nusantara dan
Jan Pieter Zoon Coon sukses memimpin VOC (Verenigde Oos Indische Compagnie)
dan berhasil menguasai seluruh kota Jayakarta, yang kemudian digantinya
dengan nama Batavia pada tanggal 30 Mei 1619 dan menjadikan kota
Batavia sebagai “kerajaan kecil” (koningcrijk). Inilah awal pembagian “kue” wilayah yang akan dimisikan, Indonesia yang subur dan berlimpah dengan rempah-rempah tersebut.
Perseteruan Belanda (Protestan) dan
Portugis (Katolik) diteruskan tidak di daratan Eropa saja, tetapi meluas
hingga pembagian kekuasaan di Timur Jauh. Sejak semula, Belanda sangat
membenci Portugis karena bersekutu dengan Spanyol. Sebagai pengikut
Protestan, Belanda tidak senang melihat perluasan Katolik yang sedang
dikembangkan Portugis di Maluku. Tujuan Belanda sudah sangat jelas,
yaitu menggeser dominasi Portugis yang sekaligus menggeser Katolik
diganti dengan Protestan (K.H. Ahmad Zuhril: 1980).
Kaum zionis ingin memanfaatkan segala
sentimen yang ada di Indonesia. Warna budaya yang rukun harus digoncang.
Kecemburuan sosial dan agama harus dipertentangkan secara diametral.
Bila Katolik memperoleh Timor Timur, lantas daerah mana yang paling
tepat untuk kedudukan Protestan?
Kita harus waspada, jangan sampai
Indonesia dibagi dan dipecah menjadi negara-negara kecil agar mudah
dilakukan pengawasan dan melakukan negoisasi kepentingannya.
Keberhasilan mereka meruntuhkan negara Beruang Merah, Uni Soviet dan
Rusia, menjadi pemicu dan menambah keyakinan untuk membangun kembali
menara Babil, Kerajaan Tuhan zionis yang mengangkangi seluruh dunia
sebagai bukti semangat imperialisme, sekaligus balas dendam kepada
seluruh bangsa yang menyebabkan dirinya mereka terdiaspora
(tercerai-berai).
Hampir seluruh negara yang mayoritas
penduduknya Islam telah mereka haru-birukan. Negara-negara yang
mayoritas Islam penduduknya, mereka buat resah dan selalu saja ada
pekerjaan rumah yang menyita perhatian lebih bagi negara tersebut,
sehingga ia lupa untuk membangun ekonominya. Misalnya, Arab Saudi yang
kaya dengan sumber daya alamnya, yaitu minyaknya. Semula Arab Saudi
diharapkan dapat menjadi sumber dana bagi negara Islam lainnya, namun
kini ia lumpuh tidak berdaya. Seluruh kekayaan minyaknya dieksplorasi
dan dikuasai oleh perusahaan multinasional Amerika. Perang Teluk telah
melumpuhkan negara negara Timur Tengah. Irak yang masih bisa bertahan
dengan embargo Amerika beberapa waktu yang lalu, hampir sulit
mengembangkan dirinya dalam bayangan pengawasan konspirasi zionis yang
sudah menguasai dunia. Sedangkan Libya, mereka biarkan sedemikian rupa
sebagai sparing partner untuk menjadi konsumsi berita dunia.
Para zionis dengan “mata Lucifer nya”
mengerlingkan arahnya ke negeri zamrud khatulistiwa, yaitu Indonesia.
Indonesia mereka anggap mulai kurang ajar karena berani-beraninya
melecehkan pemerintah Amerika dengan membatalkan pembelian pesawat jet
tempur F-16 produksinya, lalu melirik dan membeli pesawat jet tempur
Mirage buatan Eropa. Indonesia mereka anggap pula telah menantangnya
dengan memasukkan Myanmar ke dalam tubuh ASEAN dan juga telah bertingkah
dengan menyelenggarakan Asia Pacific Economic (APEC) dan menggelar
pertemuan internasional, seperti Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan
KTT non-Blok.
Untuk itu, mereka harus berlomba dengan
keberhasilan ekonomi Indonesia agar pemerintah Indonesia tidak mampu
membangun seluruh negerinya. Pembangunan ekonomi oleh pemerintah
Republik Indonesia –karena Indonesia mayoritas penduduknya Islam yang
terbesar di dunia– mereka anggap sebagai “duri” yang bertambah
menghalangi gerakan Kristenisasi. Tingkat pertumbuhan ekonominya yang
melesat harus dihambat, bahkan dihancurkan.
Catatan Biro Pusat Statistik (BPS)
menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 1976
adalah 54,4 juta atau 40 persen dari jumlah penduduk ternyata menurun
dengan sangat drastis menjadi 25,9 juta atau 13,7 persen pada tahun
1993, sebuah angka yang menakjubkan. Pokoknya, dengan segala tekad
–pemerintah pada waktu itu menyatakan perang dengan kemiskinan–
pemerintah sadar bahwa kemiskinan hanya akan menyuburkan kembalinya
paham komunis. Pemerintah juga sadar bahwa inilah cara untuk
menyelamatkan umat sesuai dengan sabda Rasulullah SAW
“Kefakiran itu mendekatkan seseorang kepada kekufuran.”
Menurut laporan Bank Dunia (1990) pada
tahun 1967, pendapatan per kapita (GNP) Indonesia hanya 50 dolar
Amerika, yaitu separo pendapatan per kapita (GNP) India, Bangladesh, dan
Nigeria. Akan tetapi, mulai tahun 1980 pendapatan per kapita Indonesia
melesat hampir mencapai 500 dolar Amerika per kapita yang berarti 30
persen lebih tinggi daripada pendapatan per kapita (GNP) India Lalu, 49
persen lebih tinggi dari pendapatan per kapita (GNP) Nigeria, dan 150
persen lebih tinggi daripada pendapatan per kapita (GNP) Bangladesh.
Pemerintah relatif sukses dalam
mewujudkan tujuan ganda mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat dan
memastikan distribusi pendapatan yang lebih seimbang. GNP riel tumbuh
sampai sekitar 6,5 persen per tahun selama tahun 1974-1978, dengan
pertumbuhan pertanian sampai 4 persen per tahun. Konsumsi pribadi per
kapitanya juga meningkat.1
Keberpihakan pemerintah yang membuka
lebar kesempatan lebih luas kepada umat Islam, setelah dua puluh tahun
hanya sebagai masyarakat marjinal yang tersisih (mustad’afin)
dan tidak mempunyai akses, ternyata menambah cemburu dan marah kaum
zionis. Keberhasilan ekonomi hanya akan memperkuat umat Islam di masa
mendatang dan inilah yang membuat kaum zionis sangat tidak menyukainya.
Keberhasilan perekonomian Indonesia hanya akan menguntungkan umat Islam
yang mayoritas di Indonesia. Pendapatan per kapita yang meningkat
tajam, walaupun belum merata, telah memberikan harapan bagi kelompok
menengah sehingga mereka mampu membiayai pendidikan lebih baik.
Mahasiswa yang berlatar belakang Islam juga telah mendapatkan bea siswa
untuk sekolah ke luar negeri. Hal itulah yang dikhawatirkan oleh para
zionis bahwa mahasiswa-mahasiswa tersebut nantinya akan menjadi
“intelektual baru muslim” (the new intelectual moslem) yang
akan memegang kendali pemerintahan Indonesia di masa mendatang.
Kekhawatiran ini semakin beralasan ketika seluruh “saluran” dibuka
aksesnya untuk menuju pengambilan keputusan sehingga mulai longgar pintu
kekuatan ekonomi politik yang sebelumnya terkunci rapat, mulai dibuka.
Bagaikan pertobatan besar maka dimulailah “pencerahan” dengan cara
membuka akses bagi umat Islam yang selama ini menjadi mayoritas yang
tertindas.
Kemudian berdirilah Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia (ICMI), Bank Muamalat, dan BPR Syari’ah mulai merebak
di mana-mana –sebagai landasan ekonomi Islam. Konferensi-konferensi
internasionai pun digelar dan diselenggarakan oleh Indonesia, antara
lain: KTT non Blok, OKI, dan OPEC. Bahkan, dengan naiknya wibawa
Indonesia di mata ASEAN, bagi kaum zionis dapat merusak rencana yang
telah mereka strategikan “petanya” di atas meja. Lebih menyakitkan
mereka lagi ketika Myanmar yang telah mendapatkan tekanan dari Amerika,
diimbau oleh Indonesia untuk menjadi bagian anggota ASEAN. Juga yang
membuat mereka kesal pula bahwa para anggota legislatif Indonesia
didominasi oleh umat Islam, termasuk isu adanya “ABRI hijau”. Gema
dakwah mulai bertalu-talu. Betapapun orang mengatakan bahwa dakwah
hanyalah baru menyentuh simbol-simbol, tetapi justru itulah kuncinya.
Dengan simbol itu, harapan umat Islam mulai merebak mekar dan memberikan
gairah yang membahana. Tuntutan para mujahid yang dipenjara, selangkah
demi selangkah mulai dipenuhi. Umat Islam mulai diberikan haknya secara
proporsional, sehingga semarak dakwah kian luar biasa.
Derap langkah nuansa Islam semakin
menyeruak tatkala kabinet mulai diduduki oleh mayoritas Islam, yang
selama beberapa tahun lalu jabatan strategis selalu dipegang oleh
nonmuslim. Di lain pihak, APEC dan AFTA akan segera diberlakukan. Bila
Indonesia di bidang ekonominya sudah telanjur berjaya, niscaya neraca
transaksi perdagangannya tidak mengalami defisit Oleh karena itulah,
kaum zionis berkesimpulan bahwa apabila Indonesia tidak dilumpuhkan maka
barang produksi mereka tidak dapat mendominasi pasar di Indonesia.
Bahkan sebaliknya, Indonesia yang akan mengekspor barangnya ke pasar
mereka, yaitu dunia Barat.
Pokoknya, semua perkembangan di
Indonesia yang “mementaskan” umat Islam dalam gelanggang pemerintah
telah menjadi kecemburuan kaum zionis, yang lalu memicu akselerasi
mereka untuk menghancurkan Indonesia. Hal seperti itu tidak bisa
dibiarkan. Para zionis kafir bersemboyan, “Jangan sekali-kali membiarkan
pintu terbuka untuk umat Islam.” Oleh Karena, hanya dengan memiskinkan
umat Islam, maka gerakan zionisme lebih mudah bergerak.
Terlebih lagi, dengan banyaknya “borok”
yang bergelimangan di lingkungan birokrat dan pengusaha. Yaitu, para
birokrat dan pengusaha yang menjadi penguasa, atau sebaliknya penguasa
yang menjadi pengusaha. Mulai dari korupsi yang sudah “mendarah daging”
sampai yang “mewabah”. Kolusi yang menyebabkan tumbuhnya kekuasaan
tersembunyi yang dikuasai oleh segelintir manusia dan golongan, serta
pertumbuhan ekonomi yang tidak merata antara kelompok “penikmat
kebijakan” (kalangan atas atau the ruling class) dan masyarakat yang lemah {dizalimi; mustad’afin)
merupakan “pemicu” yang paling mudah meletup untuk mempercepat
kehancuran seluruh tatanan yang ada. Oleh karena pertumbuhan ekonomi
yang melesat tersebut, kondisinya tidak melibatkan “arus bawah” dan
telah melahirkan kesenjangan serta kecemburuan sosial yang melebar.
Sehingga pertumbuham ekonomi berdiri di atas fondasi yang sangat
keropos, tidak mempunyai akar fundamental yang kuat. Peredaran uang dan
kebijaksanaan ekonomi hanya beredar di tangan para Cina keturunan, yang
melebarkan pengaruhnya ke tepian kekuasaan. Politik monolitik (politik
yang berpihak pada satu golongan, ed): represif, dan
kesenjangan ekonomi, serta gaya hidup kaum yang berpunya telah menjadi
pemacu utama timbulnya “kegundahan” rakyat kecil yang merasa hak
asasinya tersumbat dan sulit menembus benteng-benteng kekuasaan. Ini
semua adalah “ranjau-ranjau” keresahan sosial yang setiap saat dapat
menjadi pemicu terjadinya “bom” perlawanan rakyat
Dalam perang global ini (ghazwul-frkri),
“tangan-tangan” perbankan zionis mulai bergerak. Yayasan Quantum milik
George Soros diberi tugas untuk melakukan intervensi ekonomi global
melalui strategi moneter internasional. Percobaan pengintervensiannya
yang pertama dilakukan di Thailand dan Korea, dengan harapan dampaknya
akan memurukkan rupiah dari lalu lintas mata uang dunia. George Soros
berhasil, Indonesia hancur secara ekonomi dan merembet ke bidang-bidang
vital lainnya, sebuah tindakan licik seorang Yahudi yang tidak sudi
umat Islam berjaya. Hal ini sekaligus membuktikan kebenaran firman
Allah:
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak pernah akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama. mereka. Katakanlah, ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).’
Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan
datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong
bagimu.” (al-Baqarah:120).
Sementara, kedatangan dan pertolongan International Monetery Fund (IMF) dianggap oleh kita sebagai “juru penyelamat” (Mesiah)
agar Indonesia dapat keluar dari krisis moneter dan ekonomi yang
menghimpit. IMF, yang 80 persen dananya diperoleh dari para donatur
Amerika, yang notabenenya kaum zionis serta kekuatan lobi Yahudi, telah
memaksa Indonesia agar menerima segala klausul persyaratan yang sangat
“menjerembabkan” Indonesia ke keterpurukan yang semakin dalam. Padahal,
justru terbukti bahwa strategi IMF tidak memberikan solusi apa pun bagi
krisis yang melanda Indonesia, justru membuat Indonesia bergantung
terhadap utang-utang baru. Hal itu pun justru menjerat Indonesia untuk
terikat akan sistem kebijakan ekonomi negara yang memberikan pinjaman.
Kemudian setelah agen-agen zionis licik
tersebut telah berhasil memiskinkan Indonesia yang semakin terpuruk,
lalu langkah-langkah “prajurit Tuhan” akan lebih mudah menancapkan
panji-panjinya di bumi Nusantara. Jatuhnya harga saham, dengan harga
indeks gabungan yang sangat murah, akan mendorong para pengusaha zionis
untuk memborong saham-saham tersebut. Itulah sebabnya, salah satu lobi
mereka yang sangat agresif adalah mengarahkan pemerintah Indonesia agar
mengizinkan perusahaan asing menguasai saham sebesar-besarnya dan kalau
perlu secara keseluruhan, 100 persen. Dengan cara seperti ini, kelak
seluruh infrastruktur, perusahaan, dan jaringan usaha akan dikuasai oleh
perusahaan mereka. Mulailah era penjajahan ekonomi global, khususnya
penindasan gerak ekonomi umat Islam di Indonesia. Lantas pujian indah
untuk Indonesia yang biasa disebut sebagai “sepotong surga” yang
dipindahkan ke dunia, kini berubah menjadi sebuah “potongan
kesengsaraan”.
Cita-cita kaum zionis untuk menguasai
dunia, diawali dengan penguasaan total terhadap perekonomian dan sistem
moneter dunia. Myron Pagan dalam tulisannya, A Satanic Plot for a One World Government
menyebutkan bahwa para Iluminasi terdiri atas orang-orang elite. Mereka
yang menjadi pimpinan puncaknya harus mengontrol para bankir
internasional.
D. Spionase Global
Untuk menghancurkan umat Islam, jaringan
spionase semakin menunjukkan keperkasaannya. Perusahaan multinasional
bekerja sama dengan CIA (Central Intelligence Agent), agen rahasia
Amerika, saling menukar informasi menguntungkan. Tidak jarang para
eksekutif di suatu negara merangkap pula sebagai agen CIA. Bahkan,
belakangan diketahui pula bahwa perusahaan multinasional mengembangkan
jaringan intelijennya sendiri. Hal itu seperti apa yang ditulis Tofffer
bahwa kontak antara intelijen rnereka dan intelijen CIA, serta
intelijen di negara lain dilakukan secara profesional melalui kontak
berkala. Bechtel Corporation perusahaan konstruksi yang bermarkas di San
Fransisco mempunyai kontrak bernilai ratusan juta dolar di Timur
Tengah. Mereka telah memberi pekerjaan nominal untuk agen CIA. Lalu
sebagai imbalannya, Bechtel memperoleh informasi komersial dari CIA.
Bechtel adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang informasi rahasia (Bussiness Environment Risk Information)
di Long Beach, California, telah mendapatkan pujian karena memberikan
keterangan kepada pelanggannya bahwa Presiden Mesir Anwar Sadat akan
dibunuh. Ternyata, informasi tersebut memang benar, terbukti ia terbunuh
dalam sebuah parade upacara militer oleh kelompok ekstrem yang disusupi
oleh pihak intelijen lainnya. Demikian pula ramalan mereka tentang
serbuan Irak ke Iran, juga menjadi kenyataan.
Hal ini membuktikan dengan jelas bahwa
tidak ada negara yang bebas dari jaringan spionase yarig dikelola secara
profesional oleh pihak CIA dan perusahaan multinasional negara-negara
super power, terutama Amerika. Walaupun tidak dipungkiri, para perekrut
CIA mendekati dan menggarap beberapa mahasiswa yang cerdas untuk
diajaknya bekerja sama sebagai agen CIA dan kelak akan menjadi mitra
yang menguntungkan apabila mahasiswa tersebut kembali ke negerinya
Peranan kedutaan besar di setiap negara sangat dominan dalam hal
jaringan intelijen ini. CIA saling bertukar infomasi dengan Mossad (agen rahasia Israel, ed.)
pada saat umat Islam terlalu dominan. Mereka sibuk menyelusup ke dalam
tubuh umat Islam sebagai suatu strategi untuk menghancurkan umat Islam.
Sangat disayangkan, negara-negara dengan
penduduk mayoritasnya umat Islam tidak mempunyai minat yang besar
untuk mempelajari strategi global dunia Barat yang notabenenya merupakan
ambisinya kaum zionis. Padahal Jepang telah menyebarkan seluruh
kekuatan jaringan informasinya ke seluruh negara Amerika dan Eropa.
Ratusan ribu mahasiswa tersebar di negara-negara tersebut, mereka
belajar dan menimba ilmu, sekaligus sebagai spionase yang sangat loyal
untuk kejayaan negerinya.
Isu-isu politik internasional seringkali
merupakan alat propaganda kepentingan para pemimpin Barat Ketika Bill
Clinton diperkarakan dan nyaris terkena impeachment tuduhan terhadap
skandal seks Bill Clinton dengan Monica Lewinsky, kemudian tidak lama
setelah itu, Washington memerintahkan untuk membom Irak sehingga
perhatian dunia internasional beralih kepada kasus tersebut Gerakan
konspirasi spionase dan cara-cara kaum zionis yang ikut campur tangan ke
dalam urat nadi pemerintahan negara negara yang mayoritas penduduknya
Islam atau Katolik telah menunjukkan bukti- buktinya yang nyata,
walaupun secara faktual sulit dibuktikan karena perannya sebagai gerakan
rahasia adalah mustahil terbuka dan mudah diperoleh datanya yang
faktual. Gerakan konspirasi internasional zionis merupakan sebuah
gerakan yang dapat “dirasakan” walaupun sulit dibongkar sepak terjangnya
secara nyata.
Akan tetapi, satu hal yang harus
diketahui umat Islam bahwa gerakan tersebut merupakan jaringan kebencian
kaum zionis terhadap kaum beragama. Cita-cita yang berbaur dengan balas
dendam mereka telah menunjukkan sikapnya yang sangat jelas untuk
menguasai hak asasi kaum beragama. Mereka mempersatukan seluruh potensi
serta para simpatisannya. Mereka menguasai seluruh kelembagaan
internasional, mulai dari lembaga keuangan dan moneter, Perserikatan
Bangsa-Bangsa, para komunis, sampai para milyuner yang telah
membuktikan kesetiaannya terhadap cita-cita membangun “satu dunia baru”
melalui konspirasi yang sangat canggih.
Melvin Sickler mengatakan, “Dalam
fase akhir konspirasinya; yaitu membentuk satu pemerintahan dunia
merupakan kunci menuju kediktatoran. Dengan menguasai Perserikatan
Bangsa-Bangsa, lembaga keuangan dan moneter, para milyuner, komunis,
serta ilmuwan. Mereka bersatu untuk membuktikan cita-citanya dalam
membangun konglomerasi manusia yang berjaya (satu dunia baru) melalui
konspirasi yang canggih.”
Betapa nyatanya fakta gerakan kaum
zionis Dajal yang sangat berambisi untuk menciptakan satu dunia, satu
agama, satu mata uang, satu sistem perekonomian, dan satu
kewarganegaraan yang dikontrol dari Telewash (Tel Aviv-London-Washington) melalui jalur Threelateral
Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada), Eropa, dan Jepang. Di
negara tersebut sengaja ditumbuhkan berbagai aliran kepercayaan yang
berbau mistik dan radikal, yang maksudnya untuk menyaingi eksistensi
agama-agama samawi: Islam dan Kristen.
Berbagai fakta untuk mewujudkan cita-cita dunia baru (novus ordo seclorum)
sebagaimana dicita-citakan Adam Weishaupt, “Saat ini sudah matang
buahnya dan hanya tinggal beberapa saat lagi untuk memetik-nya.” Dunia
global sebagai kenyataan yang ada dan sebagai akibat kemajuan teknologi,
sekaligus dijadikan jembatan emas untuk mewujudkan cita-citanya
tersebut. Mereka kuasai media massa sampai ke pusatnya. Para pemimpin
media massa internasional adalah bagian dari sindikasi konspirasinya
yang dijaring sedemikan rupa, sehingga tidak mereka sadari bahwa dirinya
telah menjadi “budak” yang secara total dimanfaatkan dan menjadi bagian
dari konspirasi tersebut.
Perang konvensional telah berlalu.
Perang atom dan nuklir telah memasuki tahapan penghancuran. Saat ini
adalah tahapan “perang ideologi” dan tidak ada satu pun ideologi yang
boleh unggul di hadapan ideologi zionis. Mereka menganggap bahwa agama
sebagai dogma yang meracuni hak azasi manusia karena sifatnya yang
mendominasi dan memperbudak kebebasan azasi. 2
Spionase atau konspirasi global telah
berlangsung sejak lama. Tidak terlewat pula targetnya yaitu
negara-negara berkembang. Negara-negara berkembang diibaratkan
seakan-akan bagaikan segerombolan kambing yang siap untuk diterkam oleh
singa dan macan yang berbaur tanpa mereka ketahui keberadaannya, karena
para singa dan macan itu tidak segan-segan berpura-pura sebagai kambing.
Kira-kira seperti itulah ibaratnya, begitu pula dengan “konspirasi
licik” yang dilakukan antara CIA dan Mossad Israel yang begitu sangat
kompak. CIA berkolaborasi dengan Mossad, karena CIA memanfaatkan
pengalaman anggota Mossad yang berpengalaman dalam mengadu domba umat
Islam dan membuat berbagai rencana konspirasi untuk menghancurkan agama,
memecah persatuan, dan menjadikan satu negara menjadi “kobaran api”.
E. Imperialisme Informasi (The Global of Videocracy)
Dunia semakin sempit. Dataran bumi
merupakan lahan yang paling empuk untuk dipotret dan ditelanjangi oleh
kemajuan pengetahuan. Jaringan pusat satelit didirikan oleh Amerika
dengan memakai nama Pusat Penelitian Cuaca. Jutaan informasi dari
seluruh negara diolah dan dianalisis untuk kepentingan perusahaan dan
ambisi para zionis untuk mewujudkan cita-citanya menguasai seluruh
bangsa. Media televisi menjadi “tuhan baru” bagi jutaan manusia di muka
bumi, menjadi “penguasa media” (videocracy) yang menghipnotis
jutaan pemirsanya. Slogan mereka adalah “tiada hari kecuali mata yang
melekat pada kaca TV”, bagaikan terkena santet. Jutaan anak-anak sangat
hafal dengan program acara yang menayangkan film fiksi. Jutaan ibu rumah
tangga menghabiskan waktunya menonton telenovela, sebuah acara opera
sabun yang beritme emosional. Televisi bukanlah sekadar lahan usaha yang
menggiurkan, melainkan bahan informasi yang bisa juga menyesatkan,
tentunya bergantung kepada kepentingan pemegang sahamnya.
Triliuner media, seperti Rupert Murdoch,
W. Randolph Hearst salah satu pengikut zionis, telah menjadi sosok yang
sangat berpengaruh dalam dunia politik, bahkan menentukan nasib suatu
pemerintahan karena lobi mereka. Pengaruh “mata” zionis yang hebat ini
telah mengubah perilaku budaya, selera, bahkan keyakinan manusia.
Acara-acara yang ditayangkan televisi pun mampu membuat penontonnya
begitu terpengaruh secara emosional hingga menangis dan gemas. Hal itu
berhasil karena kepiawaian perancangnya dalam mengelola program-program
acaranya sehingga menyebabkan jutaan umat Islam terpana dan larut
dengan impian yang ditawarkan para copywriter (penulis skenario) periklanan. Kekuatan psikologis televisi dalam “meneror” para pemirsanya melalui: ilusi, kesan (impression), dan pembentukan citra (image) telah berhasil menempatan Amerika sebagai super videocracy. Setiap inci filmnya ditata dengan menyisipkan ketiga karakter psikologi tersebut.
Jutaan mata sembab karena menangis melihat suasana dramatis tenggelamnya kapal Titanic yang dilatarbelakangi nyanyian Celine Dion. Suguhan film fiksi, seperti Jurassic Park dan Armageddon
membuat para penonton seperti larut dalam setiap episodenya. Dan jutaan
manusia dibuai seakan menjadi Rambo ketika film ini menunjukkan
keperkasaan Sylvester Stallone sebagai seorang macho hero yang
membebaskan tawanan Amerika dari para Vietkong hanya dengan seorang diri
–publik lupa bahwa Amerika kalah perang di Vietnam.
Amerika berhasil memanfaatkan.media informasi untuk tetap membangun citranya sebagai negara super power
yang sangat peduli sebagai pembela hak asasi manusia, sehingga setiap
pembunuhan berdarah di Irak, Sudan, atau negara lainnya, mereka tetap
tidak dipersalahkan. Hal itu tentulah karena mereka telah berhasil
membentuk image kuat melalui informasi dan film khurafat
(dongeng) yang begitu membekas dalam pandangan publik. Televisi
merupakan cara paling ampuh untuk membuka koridor penjajahan baru kaum
zionis di muka bumi, bahkan ada semacam “penuhanan” terhadap televisi.
Oleh karena kelangsungan hidup stasiun
televisi sangat ditentukan oleh pemasukan iklannya, sedangkan
perusahaan-perusahaan menghadapi masalah likuiditas dan dana tunai
sehingga mereka “megap-megap” –baik untuk memasang iklan maupun ikut
investasi– bukan tidak mungkin saham suatu stasiun televisi akan dibeli
perusahaan asing tentunya dengan lobi dan tekanan kepada pemerintah.
Inilah “mata pedang” para prajurit tuhan tersebut. Mereka menguasai
media massa, khususnya jaringan stasiun televisi, karena dengan itu
mereka lebih mudah mengontrol program-program penayangan yang berbau
dakwah, sekaligus memudahkan pembentukan opini untuk keuntungan mereka.
Kisah sukses penginjilan telah dirintis
oleh penginjil ulung, Jimmy Swaggart, yang menjadikan televisi sebagai
senjatanya yang ampuh untuk mempengaruhi jamaahnya. Khutbahnya yang
berenergi muncul pada saat fajar menyingsing dan ditutup menjelang tidur
stasiun televisi dibuat secara khusus. Rumah produksi (production house) mereka
buat dengan peralatan dan dekorasi yang canggih, mengemas dan
memproduksi jutaan video kaset untuk para jamaahnya sendiri dan
diekspor sebagai bahan kajian para kader-kader para penginjil di seluruh
pelosok negara.
Jaringan televisi yang dikuasai Yahudi
(CNN, CNBC, ABC, MTI dan sebagainya) merupakan “tangan gurita” mereka,
yang menjajah dan sekaligus menguasai konsumsi informasi secara sepihak.
Umat Islam dan negara berkembang semakin terpuruk dalam komoditas
informasi. Imperialisme informasi, inilah dua kata yang paling tepat
untuk menunjukkan dominasi negara Barat. Abad ini adalah millennium of television yang mampu “mencengkeram” syaraf-syaraf pemirsanya dan sekaligus mengubah budayanya.
Televisi bukan sekadar kotak hiburan,
tetapi ia membawa pesan-pesan tersembunyi, sehingga tanpa kita sadari
telah mengubah budaya suatu bangsa. Kita sering dikejutkan oleh perilaku
anak muda yang populer dengan sebutan “generasi MTV”. Sayangnya, umat
Islam yang mayoritas di dunia, jangankan mempunyai jaringan televisi
bersifat internasional (seperti CNN) sedangkan jaringan lokal saja tidak
mampu memilikinya. Padahal, dengan memiliki jaringan televisi yang
berorientasi kepada umat niscaya umat dapat mengetahui dan menangkis
trik-trik kelicikan para zionis yang sudah “menjamuri” dunia media
elektronik, sebagaimana mereka mempunyai agen-agennya, yaitu kaum
orientalis.
Alvin Toffler mengulas, “Dewasa ini,
keberhasilan gereja di dunia bukan hanya pengaruh moral dan sumber daya
ekonominya, tetapi karena ia tetap berfungsi sebagai medium massa.
Kemampuannya menjangkau jutaan umat setiap hari Minggu pagi memainkan
pula peran dengan memanfaatkan surat kabar, majalah, dan media lainnya.”
Kekuasaan media menjadi fenomena baru
dalam perang urat syaraf dan propaganda. Ketika Adolf Hitler sang
pemimpin besar Nazi meminta Jenderal Gobel selaku Menteri Propaganda
Jerman untuk memenang kan perang, Gobel menyambutnya seakan-akan dia
berkata, “Sebarkan kebohongan dan terus ulangi dan ulangi, karena kebohongan-kebohongan tersebut akan menjadi kebenaran yang diyakini.”
Hal ini memberikan kesan kepada kita akan kekuatan propaganda, terlebih
bila dilancarkan melalui media massa. Tidak pernah kita bayangkan bahwa
kekuatan media melalui selulosa video telah menjadi satu kekuatan besar
yang membentuk citra, sikap, bahkan mengubah suatu kebiasaan, budaya
dan ideologi suatu negara melalui penguasa media (videocracy).
Kemakmuran yang dinikmati segelintir
kelompok, terutama kaum Cina yang menjadi penyandang dana kaum Nasrani,
menyebabkan pula terjadinya keresahan sosial di kalangan umat Islam.
Agresivitas pengkafiran semakin menampakkan keberaniannya. Kelompok
minoritas yang fundamentalis berhadapan dengan mayoritas yang idealis,
menyebabkan tumbuhnya berbagai kekesalan yang terpendam di kalangan
umat Islam. Di satu pihak, upaya toleransi agama hanya beredar dan dapat
dipahami hanya di kalangan elite dan kurang sekali diupayakan program
sosialisasinya. Padahal, sekiranya sejak dini, hal itu direalisasikan
dalam bentuk toleransi, persaudaraan, dan kebanggaan sebagai satu bangsa
dengan menghapuskan berbagai phobia agama dan persepsi yang
salah tentang kesukuan maupun ras, niscaya jembatan untuk menuju kepada
saling pengertian dan kerja sama sebagai satu bangsa akan segera
terlahirkan.
Akan tetapi, sangat disayangkan hal
tersebut tidak pernah menyentuh sampai ke dasarnya secara substantif.
Bahkan, sebaliknya umat Islam belum menemukan format yang mampu
mewujudkan kohesivitas pemikiran yang praktis dan dinamis untuk
menjawab tantangan global ini. Dalam beberapa hal, umat Islam masih
tertinggal jauh dari agamawan lainnya yang bergerak dengan sangat
profesional yang didukung oleh dana, hubungan internasional, serta
sumber daya manusia yang kuat. Pola dakwah Islamiyah masih “jalan di
tempat”. Dakwah baru menyentuh kepada simbol-simbol yang dangkal (superficial), masih berkutat pada tahapan mata hati (bashiran), belum menyentuh mata hati yang menyinari (pelaksanaannya; sirajam-muniran).
Dakwah dengan lisan masih lebih dominan daripada dakwah dengan
perbuatan. Hal ini menyebabkan umat Islam kehilangan daerah yang
strategis untuk melancarkan dakwahnya secara simultan, terintegrasi, dan
dikoordinasikan dalam satu manajemen yang profesional.
Buku Fakta dan Data yang
diterbitkan Media Dakwah pada halaman 57 menyebutkan, “Lapangan media
informasi harus dikontrol paling tidak 75 persen oleh orang Kristen,
karena informasi merupakan persenjataan yang paling tajam untuk
mengontrol umat Islam.”
Sementara, Umar Husein menulis tentang
efektivitas imbauan Paus John Paul II, “Paus mengimbau kepada umat
Katolik agar menyebarkan ajaran Kristen (Pope calls on Catholics to spread Christianity).”
Dan hasilnya imbauan Paus langsung diikuti oleh para jamaah dengan
penuh antusias, dengan hasil dua kali lipaf persentase perkembangan laju
penduduk Indonesia sendiri, terbukti perkembangan Kristen Katolik pun
sangat pesat di Kalimantan (Kalimantan Barat 9,5 persen; Kalimantan
Timur 18,5 persen; dan Kalimantan Tengah 16,5 persen). Sedangkan
persentase umat Islam sendiri mengalami penurunan: tahun 1980 (87
persen), tahun 1985 (86,9 persen). Bisa disimpulkan bahwa Indonesia
adalah salah satu daerah tujuan peuyebaran Injil. Demikian yang ditulis
Husein Umar (Fakta dan Data: hlm. 24).
Fakta ini memberikan informasi serta
hikmah bahwa dalam dunia demokrasi global, umat Islam harus mampu
bersaing memenangkan citra. Oleh karena kebenaran yang hanya disimpan di
dalam hati akan terkikis (lindap) digantikan oleh keyakinan yang setiap
hari ditayangkan dengan penuh kesan. Perang global bukanlah perang
konvensional yang mengepulkan mesiu dan deru suara bedil. Akan tetapi,
sebuah kreativitas otak dan seni untuk memenangkan sebuah ambisi. Maka
terkenanglah kita akan ucapan Umar bin Khaththab ra.:
“Kebatilan yang terorganisasi dengan rapi akan mengalahkan kebenaran yang tidak terorganisasi.”
Ini merupakan aksioma universal yang
harus dijadikan patokan hidup umat Islam. Kita tidak mungkin hanya
bersifat apologetika (membela diri dengan melihat ke masa lalu, ed.)
seraya melihat ke belakang mengenang kejayaan Andalusia. Di hadapan
kita terpampang suatu “tantangan global” yang harus dihadapi dengan
menyatukan pikiran, dana, dan gairah untuk menjadi pemenangnya.
Kita pun tidak perlu bermalas-malasan,
seraya memimpikan datangnya Imam Mahdi, Ratu Adil, atau Mesiah yang
dengan baik budi mau mengulurkan tangan menolong penderitaan umat. Kita
harus menjawab, “Tidak!” Karena Allah tidak akan mengubah suatu bangsa
(kaum) kecuali bangsa (kaum) itu sendiri yang mengubah nasibnya.
Menyadari gerakan zionis yang menyelusup
ke seluruh tubuh kehidupan termasuk kehidupan beragama –baik itu Islam,
Kristen, Budha, atau Hindu– kiranya sudah saatnya semua pihak tanpa
melihat perbedaan agama harus saling bergandengan tangan untuk
membentengi negara tercinta yang merupakan amanat Ilahi dari gangguan
ambisi kaum zionis. Semangat cinta Tanah Air merupakan salah satu kunci
yang tangguh dalam menghadapi perang global ini. Setiap agama pasti
menghargai makna Tanah Air sebagai amanat Ilahi.
Pertentangan agama serta berbagai
kecemburuan yang dijadikan pemicu konflik harus kita akhiri, karena pada
akhirnya hanya kaum zionislah yang akan memetik keuntungannya.
Seluruh umat beragama harus membaur
dalam citra persatuan kebangsaan, karena itulah kita semua berdiri
menjadi pandu yang membentengi setiap jengkal harta dan martabat kita
bersama. Sudah saatnya, kita melupakan luka sejarah yang penuh dengan
pertentangan dan membuka ruang persamaan serta memperkecil nilai-nilai
yang berbeda.
Tidak ada pilihan bagi umat Islam di
Indonesia kecuali membuka sekat perbedaan, mengulurkan tangan, dan
saling bergandengan tangan bahwa musuh kita bukanlah bangsa kita
sendiri, tetapi sebuah kekuatan “raksasa” zionis yang harus dihadapi
melalui persatuan dan kesatuan umat. Pertentangan sekecil apa pun tidak
pernah akan memberikan manfaat bagi bangsa Indonesia, khususnya umat
Islam kecuali tepukan kebahagiaan bagi kaum zionis yang tidak rela bila
ada satu negara yang tidak mau mereka jadikan bonekanya.
Jauhkanlah segala bentuk perbedaan yang
tidak prinsipil yang hanya menuju kepada pertikaian. Hamparkanlah
jembatan kebangsaan yang mengantarkan kita ke jembatan emas masyarakat
baru Indonesia. Menjadikan cinta dan kasih sayang diantara sesama bangsa
Indonesia sebagai tema sentral tatanan pergaulan seraya memperkecil
segala bentuk perbedaan. Bukan justru sebaliknya, bangsa Indonesia
kehilangan cinta dan kasih sayang dikarenakan kita disibukkan dengan
mempertajam perbedaan abadi yang secara fitri melekat pada diri setiap
manusia.
Umat Islam harus tidak mengenal kata
menyerah dalam menghidupkan prinsip-prinsip kehidupan dalam sistem
jamaah. Meramaikan masjid-masjid sebagai pusat tali ukhuwah dan membuka
diri terhadap paham yang berbeda selama dalam kerangka cinta kasih dan
saling menghargai. Hal ini tidak hanya dapat dituangkan dalam upacara
pidato belaka, tetapi harus dijadikan sebagai bagian dari sistem
pendidikan bangsa, sejak mereka mengenal bangku sekolah. Buanglah
jauh-jauh segala bentuk Islam phobia, Kristus phobia, Sino phobia, dan
segala bentuk phobia yang bisa menghambat persatuan kita sebagai satu
bangsa yang telah memiliki tradisi nenek moyang yang luhur. Kuncinya
tidak lain bersatu, sekali lagi bersatu.
Hidup yang rukun, berdampingan dan
saling menghargai, sebagaimana telah ditunjukkan oleh kebesaran jiwa
Islam pada periode Madinah dan Mekah, maupun pada saat puncak kejayaan
pemerintah Islam di Andalusia, yang oleh Max Dimont dikatakan, “Dampak
dari 500 tahun di bawah kebijakan kaum muslimin, maka Spanyol yang saat
itu terdiri dari tiga agama: Islam, Kristen, dan Yahudi yang hidup
dalam satu wilayah, mereka saling bertoleransi dan penuh pengertian
dalam bermasyarakat….”
(Under the subsequent 500 year rule of
the Moslems emerged the Spain of three religion and one bedrooms:
Mohammedans, Christians, and Jews shared the same brilliant
civilization….)
Inti ajaran Islam adalah tauhid dan membawa kedamaian bagi alam semesta (rahmatan lil-alamin).
Hal itu hanya dapat kembali ke panggung sejarah selama umat Islam
bersatu dan menjadi payung kehidupan. Sebagaimana masyarakat madani yang
kita cita-citakan hanya dapat terwujud bila kita semua mengarah kepada
persatuan umat (ittihadulummah). Kemenangan Islam yang
mengalahkan kaum Pagan musyrikin telah membuktikan satu tradisi bahwa di
tangan daulat Islamiyah, masya rakat lain yang beragama non-Islam,
dapat hidup tenteram berdampingan.
Kalau saja para pemimpin mempunyai
keberpihakan yang kuat kepada Allah dan Rasulnya, kalau saja mereka
ingin membangun sebuah “samudra besar” yang disebut dengan persatuan
umat. Kalau saja di hati para pemimpin ada semangat kenegarawanan yang
sejati, bukan sekadar ahli orasi dan politisi, niscaya mereka mau
melepaskan baju ‘ashabiyah-nya (kebanggaan terhadap kelompok) seraya berkata:
“Demi menegakkan Sunnah Nabi dan
kekuatan jamaah yang bagaikan barisan yang. Kuat, demi Allah, saya
tidak inginkan jabatan ini, asalkan kita dan para pengikut masing-masing
meleburkan diri dalam satu kata yang paling dirindukan, yaitu
‘persatuan umat’ (ittihadul-ummah). Kalau Anda mau memegang
amanat umat yang satu, silakan pimpin dan bawalah umat ini menuju ke
puncak-puncak kejayaan Islam, saya akan mendampingi Anda dalam suka dan
duka untuk memenangkan cita-cita izzul Islam wal-muslimin (menjunjung Islam dan kaum muslimin).”
Akan tetapi, dari dalam lubuk hati yang paling dalam, nurani pun menjerit, adakah pemimpin yang seperti itu?
Lantas masih adakah para pemuda yang mempunyai tekad kuat (muru’ah)
untuk mengkampanyekan pentingnya persatuan dan kesatuan umat? Masih
adakah pemuda yang berkata, “Demi persatuan umat dan menghilangkan
kebingungan karena banyaknya partai dan golongan yang mengatasnamakan
Islam, maka dengan mohon maaf sebesar-besarnya kepada Anda sebagai
pemimpin kiranya sudi dengan ikhlas maupun terpaksa untuk ikut dengan
kami ke satu tempat, di sana telah berkumpul para pemimpin Islam yang
lainnya. Ini bukan menculik, seperti kasus Chairul Saleh dan
rekan-rekannya yang membawa Soekarno ke Rengasdengklok untuk
memproklamasikan Indonesia. Akan tetapi, sebuah harapan yang kami
wujudkan dalam bentuk tindakan, bukan kata-kata, karena kata persatuan
umat sudah terlalu lama kami dengar tanpa melahirkan apa pun kecuali
retorika belaka. Mohon maaf, ikutlah dengan kami ke satu tempat untuk
memproklamasikan partai yang mampu menyatukan seluruh potensi umat dalam
satu wadah satu harakah satu cita-cita ittihadul ummah.”
Akan tetapi, nurani bagaikan tercabik
koyak. Pemikiran seperti ini hanyalah sebuah khayalan. Bahkan, bisa
menjadi cemooh belaka. Dan segudang tudingan pun pasti menuju kepada
orang-orang utopis itu. Ini berarti tidak demokratis, biarkanlah semua
orang mempunyai haknya masing-masing. Hargailah orang yang berbeda
pendapat, berbeda kelompok –yang segudang hadits dan ayat pun mereka
bacakan. Anda jangan memaksakan kehendak karena ingin mewujudkan
persatuan umat dengan cara paksa dan itu adalah fasis (berpemikiran
otoriter/memaksa, ed.).
F. Hancurnya Persatuan
Persatuan umat Islam dalam bentuk ittihadul-ummah atau kuatnya persatuan dan kesatuan suatu bangsa adalah musuh utama kaum zionis.
Mereka tidak pernah membiarkan umat atau
suatu bangsa bersatu, kecuali itu hanya sebagai bahan perimbangan
kekuatan semata-mata. Beberapa bangsa dibiarkannya untuk stabil dan
bersatu sepanjang dapat mereka kontrol demi kepentingan mereka. Karena
dalam gerakan konspirasinya, kaum zionis menganggap pemimpin yang baik
adalah yang mampu menciptakan konflik, mampu membuat musuh, tetapi
semuanya itu harus dalam kerangka besar perencanaannya sehingga tetap
terkontrol.
Memang benar bahwasanya umat Islam
bukanlah pemalas. Mereka sama-sama bekerja, tetapi sayangnya tidak
pernah mau bekerja sama. Satu sama lain asyik dengan kepentingan atau
urusannya sendiri. Menutup sekat dari nilai esensial persatuan dan
persaudaraan yang hanya sebatas pemanis retorika belaka. Jiwanya rapuh
diterpa kecintaan yang sangat mendalam terhadap dunia, terperangkap
dalam jaringan yang telah dipersiapkan kaum Dajal. Hal ini telah
ditegaskan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya:
“Akan datang suatu saat, kamu akan
diperebutkan oleh bangsa-bangsa lain yang bagaikan orang-orang yang
kelaparan memperebutkan makanan dalam mangkok. Para sahabat bertanya, ‘Apakah karena jumlah kami waktu itu sedikit?’ Beliau menjawab, ‘Tidak, bahkan jumlah kalian banyak sekali, tetapi bagaikan buih dan kalian ditimpa penyakit wahan.’ Mereka bertanya, ‘Apa yang dimaksud penyakit wahan, ya Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Kalian sangat cinta kepada dunia dan takut mati’…” (HR Abu Daud).
Dengan hadits tersebut, seharusnya kita
merasa digugah bahwa gerakan kaum Dajal itu sudah memperhitungkan pula
kualitas umat Islam yang saat ini mulai kehilangan nilai, bobot
kualitas, dan hidup hanya bagaikan gunungan buih, sehingga dengan sangat
mudahnya Dajal dan para pengikutnya merambah dan merombak seluruh
sistem kehidupan umat Islam seperti yang disebutkan dalam surat
al-Baqarah:120. Sehingga, berbagai cara harus dilakukan agar umat Islam
tidak sempat menjadi kuat dan menepuk dada sebagai satu bentuk negara
yang baik. Pokoknya, tidak ada satu “lubang” pun yang luput dari
pengawasan mereka. Dia pelihara benih-benih konflik agar pada waktu yang
tepat dapat menjadi bahan akseleratif kekacauan yang menjadi sarana
baginya, yaitu agar orang-orang yang dalam keadaan kacau (chaos) dan frustrasi itu datang menyembah kepadanya.
Cita-cita Dajal membangun satu dunia
baru yang global, yaitu: satu pemerintahan, satu agama; satu
kewarganegaraan, dan satu sistem perekonomian merupakan falsafah baru
bagi para pengikutnya, kaum zionis. Mereka akan menghapuskan segala
bentuk kebangsaan dan nasionalisme serta agama-agama yang ada. Dengan
terang-terangan, mereka membuat gerakan unitarian-universalist dan menentang dengan sengit kekuatan gereja Katolik.
Mereka menyebut dirinya sebagai
anti-Kristus. Salah satu target mereka adalah menghancurkan kekuatan
Kepausan yang menguasai dunia melalui gereja Katoliknya. Sejarah masa
lalu serta terusirnya kaum Yahudi dan terbunuhnya Jaques de Molay
merupakan satu cita-cita untuk membalas dendam. Maka dicarilah berbagai
justifikasi (pengesahan hukum sepihak) diantaranya dengan membuat
tafsir-tafsir Bible yang disesuaikan dengan kepentingan gerakan
konspirasi mereka.
Dengan sangat cantiknya mereka
menafsirkan peristiwa Menara Babil, di mana pada saat itu seluruh
manusia berbahasa satu, berkebangsaan satu, dan mempunyai tujuan yang
satu. Sebab itu adalah cita-cita yang sangat suci bila mereka
mengembalikan kedudukan Menara Babil tersebut, agar manusia mencapai
kesejahteraan yang sebenarnya. Mereka sangat anti terhadap agama yang
dianggapnya sebagai racun. Karena dengan dogma-dogmanya, ia telah
membius manusia sehingga terpenjara dan tidak mempunyai kebebasan
berpikir kecuali harus sesuai dengan agama mereka.
Generasi muda merupakan sasaran utama
mereka, karena sifat para pemuda yang sangat senang dengan
pemikiran-pemikiran baru atau menunjukkan sikap yang berbeda dan
anti-status quo. Di samping itu, pemikiran bebas (free-thinking) akan
menjadikan satu mode pemberontakan terselubung untuk menghadapi sistem
pemikiran yang diperkenalkan agama sebagai status quo dan membunuh
kreativitas. Dajal dan para pengikutnya seakan-akan berteriak:
“Bebaskan dirimu dari segala ‘penjara
kuno’ ini. Jadilah kaum pembaru. Lihatlah dunia semakin global.
Janganlah terpuruk dalam tempat yang sempit. Lihatlah dunia,
mengembaralah engkau sebagai manusia bebas. Jadilah seorang pembela
demokrasi sejati, melepaskan segala belenggu dari tirani dogma agama.
Berpalinglah kepada setan karena dia adalah ‘bapak demokrasi’ yang
berani memprotes status quo dan mengambil risiko terusir dari surga
sebagai ‘malaikat diturunkan’ (the fallen angels). Lihatlah kenyataannya, agama tidak lain hanyalah racun dan sumber konflik belaka.”
Racun pemikirannya yang didasarkan pada
rasionalisme, mengarahkan “mata pedangnya” kepada seluruh bangsa. Tentu
saja, dalam situasi yang stabil dan tenang, gerakan mereka menghadapi
kesulitan karena berperannya seluruh institusi untuk mengembangkan agama
(dakwah). Oleh karenanya, hanya dengan membangun perpecahan diantara
umat beragama maka dengan meminjam istilah Prof J.S. Malan yaitu,
“Cita-cita ‘era reformasi pembaruan’ hanya dapat diwujudkan bila dogma-dogma agama konservatif sudah dapat dilumpuhkan.”
Dalam beberapa dekade ini, kita
menyaksikan satu panggung kehancuran suatu bangsa yang terkoyak dan
berkeping-keping menjadi negara-negara kecil sehingga memudahkan kaum
zionis melakukan kontrol. Negara Uni Soviet dan Rusia yang selama ini
menjadi pesaing keras harus dijadikan contoh utama kemenangan zionis.
Selanjutnya, mereka hancurkan pula Yugoslavia dengan memelihara kaum
fanatik Serbia untuk menjadi ujung tombak atau budak zionis
menghancurkan etnik muslim di Bosnia dan Kosovo Albania. Mata pedang
selanjutnya di arahkan pula ke timur jauh, yaitu Indonesia. Isu suku,
agama, dan antar golongan (SARA) harus dipelihara agar sewaktu-waktu
menjadi bom yang memporak-porandakan negara kesatuan Republik Indonesia
yang notabene penduduknya mayoritas umat Islam. Dalam rencana konspirasi
mereka, tentu saja tidak akan lama lagi terjadi huru-hara pertentangan
atau konffik agama, antara Islam dan Kristen, khususnya Kristen
Protestan –rumor beredar bahwa beberapa pulau di Indonesia yang
penduduknya mayoritas Kristen Protestan bisa jadi target zionis– karena
diperkirakannya Katolik sudah cukup mendapatkan lahan di TimorTimur. Hal
ini sangat penting bagi terwujudnya cita-cita zionisme, yaitu memecah
satu bangsa menjadi satu negara kecil, lalu mereka meniupkan kebebasan,
kemandirian, dan sebagainya sebagai kamuflase. Bahkan, bisa jadi
Indonesia akan diarahkan menjadi negara-negara kecil dalam bentuk
federasi, atau bahkan terlepas sama sekali. Isu seperti ini akan terus
merebak, dan umat Islam berkelompok-kelompok dengan memakai
simbol-simbol baru.
Untuk memecah-belah persatuan harus ada
motivator atau provokatornya. Untuk itu, kebebasan pers yang
benar-benar bebas harus ditumbuhkan, sehingga media massa dapat menjadi
pembawa pesan sesuai dengan fungsinya yang mempunyai daya mendampaki
beritanya kepada publik sehingga membentuk opini. Media massa bisa
memprovokasi suatu bangsa dan provokasinya bersifat legal karena mereka
berlindung di balik kebebasan pers.
Amerika sebagai “rajanya demokrasi”
telah memperkenalkan satu bentuk kebebasan pers tersebut melalui jaminan
konstitusional berdasarkan: kebebasan untuk berbicara (the freedom of speech); kebebasan untuk berekspresi (the freedom of expression), kebebasan untuk mendapatkan dan memberikan informasi (the freedom of information),
sehingga masyarakat Amerika dan dunia Barat lainnya adalah masyarakat
yang sangat informatif. Hidup dalam limpahan informasi –harap diingat
bahwa kecerdasan bangsa tersebut memungkinkan untuk memilih informasi
sesuai dengan hati nuraninya. Pers yang kredibel dan profesional lebih
banyak dibaca dibandingkan “pers kuning” –dalam dunia jurnalistik
dikenal dengan yellow paper.
Untuk itu, kita hanya dapat berharap
kepada insan pers islami yang mempunyai integritas tinggi dan mernpunyai
komitmen atau keberpihakan kepada umat Islam serta persatuan bangsa
untuk membantu perjuangan mempertahankan persatuan. Selebihnya, umat
Islam hanya menjadi konsumen setia dari lembaga pers orang-orang kafir
yang dikelola secara profesional, atau memilih “koran kuning” yang hanya
mementingkan nilai-nilai komersial ketimbang keadilan dan moralitas
bangsa dan agama.
Bagaikan tidak berdaya, umat Islam telah
menjadi objek dan konsumen setia terhadap pers kaum kafir. Setiap
detik, tayangan CNN, CNBS, ABC, dan sekian banyak lagi jaringan
informasi “memasuki” rumah-rumah umat Islam melalui parabola tanpa mampu
menolaknya. Kita tidak lagi menonton televisi, tetapi televisi menonton
kita. Emosi dan keinginan kita disaksikan, dianalisis, kemudian
dijadikan bahan untuk membuat kemasan iklan dan berita yang dapat
memasuki syaraf kita dan tanpa kita sadari.
Cara berpikir dan cara berbudaya kita
sudah sangat berbeda sama sekali dengan apa yang selama ini kita yakini.
Benturan budaya dan pemikiran terus berlangsung, tanpa sedikit pun ada
keinginan untuk membalas dengan kuantitas dan kualitas yang sama. Bila
kita mengharapkan keadilan dunia pers internasional untuk membuat
keseimbangan beritanya, tentulah itu hanyalah sebuah utopia belaka. Hal
itu karena seluruh jaringan media telah mereka kuasai dan jadikan alat
zionisme. Dengan kata lain, kita semua sedang berada dalam satu
“turbulensi budaya” yang berada dalam posisi pasif. Kita hanya menjadi
satu “noktah kecil” yang menjadi objek dari teleskop dunia. Seluruh
gerak kehidupan kita bagaikan telanjang di hadapan mata Lucifer tuhannya para zionis, yang dengan tajam mengawasi seluruh bangsa di dunia.
Walaupun dalam kaitan ini ajakan untuk
menyebarkan ide persatuan umat dan seruan itu bagaikan percikan air
hujan di tengah padang pasir, tetapi setidaknya dapat menjadi catatan
generasi yang akan datang bahwa masih ada seorang mahluk hamba Allah
yang merindukan terwujudnya persatuan dan jami’atul-muslimin.
Kita yakin hanya inilah kunci kemenangan umat Islam di muka bumi,
sebagaimana Allah memberikan kuncinya, yaitu bersatu dan berpihak pada
partai Allah (hizbullah). Selama umat Islam tetap membanggakan
dirinya dengan golongan, mazhab, dan kelompoknya, selama itu pula
pertolongan Allah tidak pernah akan datang. Hal ini merupakan aksioma
Ilahiyah yang seharusnya dapat dipahami dan diyakini oleh para pemimpin
umat. Bila umat Islam terpecah menjadi kelompok-kelompok, kekalahanlah
yang akan kita terima.
G. Tantangan Kaum Dajal
Allah SWT telah memperingatkan kita di
dalam Al-Qur’an bahwa seluruh umat Islam, bangsa Indonesia, bahkan
seluruh umat beragama lainnya, harus mewaspadai pengaruh kaum Dajal yang
akan menjadikan masyarakat dan bangsa Indonesia tercerai-berai agar
memudahkan mereka menyebarkan “racun-racun” ideologinya.
Dalam suasana kita sedang mengupayakan pelaksaan program reformasi (ishlah), serta upaya untuk membuat berbagai perbaikan dan menghancurkan segala yang rusak (f’asad) dan yang merusak (ifsad),
jangan sampai ada pihak-pihak yang mengatas-namakan reformasi, padahal
di lubuk hati mereka sedang mempersiapkan sebuah rencana besar untuk
mempersiapkan kehancuran kaum beragama, sebagaimana disinyalir
Al-Qur’an:
“Dan bila dikatakan kepada mereka, ‘janganlah membuat kerusakan di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.’ Ingatlah sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.” (al-Baqarah:11-12).
Reformasi bukanlah upaya musiman, bukan
pula sekadar “mode busana”, melainkan merupakan bagian dari misi dan
visi setiap pribadi muslim dan bangsa Indonesia. Sebagaimana kita
memahami makna upaya jihad untuk mengubah diri dari kegelapan menuju
cahaya (minadz dzulumaati ilan-nuur). Sebab itu, reformasi
merupakan sebuah upaya yang berkesinambungan, sebuah kontinuitas, dan
dia tidak pernah akan berhenti, kendati para pejuangnya telah mati.
Manusia boleh mati, lembaga dan partai boleh bubar, tetapi cita-cita dan
upaya ishlah atau reformasi tidak pernah mengenal kata berhenti apalagi mati.
Dalam kaitan itu, janganlah terlalu
terpaku, seakan-akan bahwa Dajal itu hanya melulu dibuat oleh tangan
kaum zionis. Ketahuilah bahwa siapa pun dapat menjadi pengikut dan
menjadi anggota masyarakat Dajal, selama dia tidak lagi berpihak kepada
kebenaran Al-Qur’an dan Sunnah. Masyarakat Dajal adalah masyarakat yang
telah kufur dan selalu berusaha melaksanakan program kafirisasi dalam
segala bidang. Pokoknya, siapa pun dapat menjadi masyarakat Dajal,
selama mereka melepaskan tali persaudaraan dalam kehidupan bernegara dan
berbangsa. Selama mereka melepaskan segala ikatan moral dan etika yang
telah lahir dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang panjang, sejak
benih-benih negara modern ditanamkan oleh gerakan kebangkitan nasional
yang pertama yang dipelopori oleh kaum Serikat Dagang Indonesia, H.O.S.
Tjokroaminoto pada tahun 1911, lalu dilanjutkan oleh Budi Oetomo pada
tahun 1920.
Sebab itu, generasi demi generasi harus
selalu menunjukkan sikap keberpihakannya kepada persatuan, persaudaraan
di atas landasan cinta. Ke manapun kita pergi, cinta adalah bahasa
universal. Dia adalah bahasanya umat beragama, bahasanya suku, dan
bangsa-bangsa di muka bumi. Cinta berarti semangat jiwa untuk saling
menghargai, saling menolong, dan saling memberikan cahaya. Semangat ini
harus menjadi pijakan utama bangsa Indonesia. Terlebih dalam menghadapi
abad baru yang penuh dengan keterbukaan, benturan budaya dan ideologi,
serta cara berpikir yang semakin global. Dalam cinta itulah, kita semua
bergantung, tanpa cinta bangsa Indonesia akan terpuruk dalam
kepingan-kepingan derita yang teramat panjang dan menjadi “budak” dari
Amerika Serikat sebagai sentralnya gerakan zionis yang memang selalu
ingin menunjukkan kedigdayaannya di muka bumi ini.
H. Tantangan Tiada Henti
Dalam waktu yang dekat, ideologi Dajal
akan segera merasuki seluruh denyut kehidupan. Dia akan diawali dengan
cara berpikir, yang disebut dengan istilah berpikir bebas (free-thinking),
melepaskan segala rujukan dan dasar pijakan dari agama. Menurut
orang-orang yang berpikir bebas ini, selama masih merujuk kepada agama
sebagai dasar argumentasinya, maka belumlah bebas. Merujuk kepada agama
berarti masih diperbudak dan masih dalam perangkap tirani pemikiran.
“Bebaskan pikiranmu dari segala ikatan, barulah engkau dapat merasakan
kebebasan itu sendiri,” demikianlah, seakan-akan moto berpikir mereka,
yang sekaligus akan menjadi tantangan baru bagi kaum agamawan. Berpikir
bebas berarti benar-benar bebas dari segala spekulasi, segala sesuatunya
harus bersifat empiris. Bagaimana mungkin kita percaya dengan surga dan
neraka, sedangkan tidak ada satu pun peristiwa empiris yang
memberitakan kebenarannya.
Lepaskan dirimu dari segala ikatan
dogma. Lihatlah kenyataan, berpadulah dalam realitas, bukan dalam khayal
dan impian. Kami ingin memberikan satu contoh untuk kalian wahai kaum
agamawan. Tanpa merujuk pada satu ayat pun; kita akan merasakan bahwa
“kemanusiaan” adalah bahasa yang universal. Ini lebih logis, lebih
membumi, dan menyentuh realitas yang sebenarnya. Selama manusia masih
merujuk pada agama, maka konflik tidak pernah akan lindap di muka bumi
ini. Lihatlah sejarah, berapa banyak sumber konflik, diawali dari
keyakinan dogma-dogma agama yang memenjarakan kebebasan berpikir dan
tidak manusiawi.
Dunia telah mengglobal, tidak mungkin
lagi ada isolasi atau sekat-sekat kehidupan manusia atas dasar agama,
bangsa, atau budaya. Di muka bumi ini sudah menjadi hukum alam (sunnatullah) bahwa yang kuat itulah yang akan menang. Aksioma survival for the fittest (siapa yang kuat, dia yang akan bertahan, ed.)
akan berlaku sepanjang zaman. Maka lepaskan segala fanatisme,
nasionalisme, agama, dan kesukuan. Meleburlah menjadi satu “warga
dunia” (planetary citizens), bergabunglah dalam satu
pemerintahan global yang perkasa, ikatkan dirimu dalam satu budaya, satu
agama, satu cita-cita, dan satu warna peradaban dunia yang baru novus ordo seclorum.
Lihatlah realitas. Berapa banyak manusia
kelaparan di belahan bumi selatan: Afrika, Asia, India, Bangladesh, dan
negara-negara lain di luar Barat. Mereka tidak berdaya tanpa
pertolongan kemanusiaan dari dunia Barat yang sekuler, tanpa embel-embel
agama. Negara mana yang dengan fanatisme agamanya, ia mampu mengulurkan
tangannya untuk membantu sesamanya, sebagaimana yang diajarkan oleh
agama?
Janganlah melarikan diri dari kenyataan.
Hukum alam telah membuktikan bahwa budaya yang kuat akan mengungguli
budaya yang lemah. Tidak lama lagi, seluruh dunia akan mengikuti budaya
kami, budaya zionis. Budaya yang paling unggul dan yang akan meninggikan
derajat manusia di muka bumi ini. Inilah realitas yang tidak
terbantahkan. Kami mempunyai teknologi, juga pengalaman dari sebuah
peradaban yang telah lama berkembang, dan kini sedang berproses mencapai
titik yang tidak pernah akan terbayangkan oleh peradaban manusia
sebelumnya. Berhentilah bermimpi dengan segala omong kosong. Reguk dan
nikmatilah dunia nyata. Negeri kami bisa tegak, sejahtera, dan
berkembang bukan karena dogma agama, tetapi karena intelektualitas,
hukum yang menjadi primadona kehidupan dan hak azasi, di mana setiap
orang dihargai sebagai manusia yang merdeka –inilah cita-cita Dajal
beserta zionisnya
Inilah pula cita-cita para zionis dengan
perkataannya, “Kami datang untuk melebarkan sayap budaya unggul kami,
dan janganlah dicurigai. Kami ingin mengangkat martabat manusia untuk
menjadi manusia yang sebenarnya. Manusia yang bebas dan mengetahui hak
asasinya sebagai manusia. Kami ingin melepaskan Anda dari segala tirani
gereja dan lembaga agama apa pun yang tidak memberikan hak demokrasi
serta kebebasan bagi manusia. Itulah sebabnya, demi hak dan martabat
manusia, kami membuka pintu bagi kaum lesbian, homo seksual, dan
intergender serta lainnya. Mereka semua adalah manusia, dan kita harus
memperlakukannya sebagaimana seharusnya manusia merdeka dan bebas.”
I. Pekerjaan Besar Untuk Para Ulama, Mubaligh, dan Agamawan
Dunia bertambah global dengan segala
implikasinya yang merupakan sebuah realitas. Dan pertanyaan serta
tantangan masyarakat Dajal tidak bisa dipandang dengan sebelah mata.
Karena ideologi ini sudah dapat kita saksikan beberapa fragmentasinya di
panggung kehidupan dunia Barat yang sekuler.
Mereka mengembangkan dan mencoba
meningkatkan propagandanya dengan pendekatan total dan
multidimensional. Gerakan: kemerdekaan manusia (libertian), orang-orang kiri (leftist), pemikir bebas (freethinkers),
sosialisme baru, neo-komunisme, sekularisme matrialistik, termasuk
pseudo agama dalam bentuk mistik dan okultisme. Itu semua tidak dapat
dihadapi hanya dengan pendekatan hitam-putih maupun halal-haram. Akan
tetapi, itu membutuhkan sebuah format intelektual yang membuka wawasan
serta mampu menjawab seluruh argumentasi ideologi baru ini melalui
kapasitas intelektual logis –yang saat ini menjadi mode di kalangan para
kawula muda.
Kaum agamawan tidak cukup hanya dengan
menguraikan nilai-nilai normatif dalam menghadapi objek dakwah yang
kebetulan telah bersentuhan dengan informasi global. Mereka menguji kita
dengan pendekatan komparatif (perbandingan). Mempertanyakan
norma-norma yang disajikan dengan deskriptif-empiris. Kita telah
menyaksikan betapa gerakan dakwah sangat sedikit, baik dari segi
kuantitas maupun kualitas, apabila dibandingkan dengan propaganda budaya
sekuler tersebut. Dakwah bagaikan deret hitung, sementara godaan
kenikmatan hedonistik bagaikan deret ukur.
J. Solusi Atakah Ilusi
Apakah ilusi bisa menjadi solusi,
ataukah sebaliknya penawaran sebuah solusi hanyalah ilusi belaka yang
akhirnya tidak memberikan apa pun kecuali kembali kepada
kebiasaan-kebiasaan dan membiarkan diri “telanjang” di hadapan bidikan
“kamera” kaum Dajal.
K. Bidang Ekonomi
Kalau saja saat ini, umat Islam
mempunyai pemimpin sebenar-benarnya pemimpin, seperti Rasulullah saw,
niscaya ekonomi menurut syariat Islam bisa dikomandokan agar seluruh
umat Islam melaksanakannya. Dan niscaya umat Islam akan mempunyai
kekuatan yang sangat dahsyat dan sulit utuk ditembus oleh infiltrasi
paham zionis, walau mereka bersekutu dengan kaum Dajal lainnya di muka
bumi ini. Setiap pengusaha atau masyarakat mempunyai keterpanggilan
untuk hanya menyimpan uang mereka di bank Islam. Melakukan sistern
ekonomi dan perbankan dengan sistem yang ditetapkan secara halal menurut
konvensi syariat. Tentunya, bank Islam tersebut akan mengalami
likuiditas yang tinggi, dana tunai yang sehat, dan pada saatnya mampu
mengalirkan kembali dana tabungan tersebut untuk membantu kaum muslimin.
Jaringan dunia perbankan Islam akan menyebar ke semua pelosok dan
memperkuat fondasi ekonomi umat.
Akan tetapi, jauh dari lubuk hati kita
masing-masing, tentunya ada semacam pesimisme, selama umat Islam tidak
berada dalam satu komando kepemimpnan umat yang berwibawa. Selama
kepemimpinan dan jamaah belum dianggap sebagai persyaratan kehidupan
umat Islam, maka imbauan apa pun akan tetap kalah bersaing dengan hingar
bingarnya sistem zionis yang secara duniawi sangat memikat manusia.
Pantaslah Rasulullah saw menjawab bahwa umat yang banyak, tetapi
berkualitas buih. Kita telah kehilangan daya inovasi dan lebih senang
menari dengan iringan musik kaum kafir yang tidak pernah mengenal lelah
ingin mengadu domba sesama umat Islam.
L. Zakat, Infaq, dan Sedekah
Kalau saja umat Islam mempunyai “imam”
yang mampu mengomandokan agar beberapa bagian dari penghasilan umat
Islam dikeluarkan untuk dizakatkan, diinfakkan, dan disedekahkan kepada
mereka yang memerlukannya (kaum dhuafa) niscaya tidak akan ada
lagi proposal yang beredar atau surat-surat edaran yang meminta
sumbangan, tidak akan ada lagi para saudara kita yang mengulur-ulurkan
tangan diiringi loudspeaker di pinggir jalan untuk biaya
pembangunan masjid baru. Karena pengelolaan dana dizakatkan, diinfakkan,
dan disedekahkan umat dilakukan dengan profesional dengan satu imamah,
tentunya.
Pembangunan masjid dievaluasi oleh satu
tim. Apakah diperlukan membangun masjid baru sedangkan di sebelahnya ada
masjid yang sepi dari jamaah. Bagaimana rasio populasinya, dari manakah
dananya, dan lainnya. Karena kita tidak mempunyai imamah maka umat
Islam mencicit seperti anak ayam kehilangan induknya yang bergerak di
lapangan terbuka tanpa perlindungan dari mata tajam elang rajawali yang
siap menerkamnya. Bagaimana membuat satu fatwa atau gerakan dakwah agar
dapat meramaikan masjid. Memakmurkannya dengan shalat berjamaah adalah
sama besar pahalanya dengan membangun masjid. Apalah artinya masjid
dibangun di setiap RT atau RW, tetapi sepi dari orang-orang yang
meramaikannya dengan shalat fardu berjamaah.
M. Membelanjakan Uang
Kita tidak ingin berdebat soal khilafiah
bahwa ibadah seseorang tidak akan diterima selama empat puluh hari
apabila di dala perutnya ada makanan haram, tetapi kiranya harus
direnungkan bagaimana dan kepada siapa kita harus membelanjakan uang
ini.
Dengan perekonomian global yang kita
hadapi saat ini, berapa banyak perusahaan asing menanamkan modalnya di
negara yang mayoritas penduduknya umat Islam. Mereka melakukan kerja
sama (joint venture) dengan pembagian keuntungan yang lebih
besar profitnya kepada para penanam modal dan pemilik royalti. Misalnya,
sistem komposisi sahamnya adalah 80:20, di mana 80 persen untuk pemilik
modal mayoritas dan pemilik royalti, dan 20 persennya untuk pemodal
dalam negeri. Maka sudah dapat kita ketahui berapa milyar rupiah
mengucur ke para pemodal asing tersebut, lalu dibawanya keuntungan
tersebut ke negeri asalnya. Uang yang kita belanjakan ternyata membantu
pengembangan usaha mereka, karena mayoritas keuntungannya dinikmati di
negara asalnya yang notabene merupakan bagian dari jaringan zionis. Dan
mereka tidak mendapatkan kewajiban berzakat, sehingga mustahil mereka
menyisihkan keuntungan perusahaan dalam bentuk zakat.
N. Keberpihakan Kepada Islam
Bagaimana mungkin ajaran dan syiar Islam
akan merebak dan menjadi kuat, sedangkan umat Islam sendiri tidak
mempunyai keberpihakan terhadap ajaran Islam secara kaffah (keseluruhan).
Untuk itu, harus ada semacam reformasi
besar di kalangan para pemimpin Isram untuk melepaskan segala egonya dan
membiarkan dirinya hanya dipandu oleh semangat Islam dalam sebuah gerak
langkah yang indah, yaitu persatuan umat (ittihadul ummah).
Semua persoalan dan kehidupan umat dapat kita kembalikan kepada program (manhaj)
yang sesuai dengan syariat-Nya, dikarenakan umat dapat dengan jelas dan
mudah pula ke mana mereka harus “mengadukan” nasib dirinya. Peran
lembaga-lembaga Islam yang ada saat ini seharusnya berada dalam satu
payung para pemimpin ahli (ahlul hal walaqdi) yang berhimpun penuh integritas dan kredibilitas untuk menjadi pengawal umat.
Akan tetapi, rasa skeptis seakan menerpa
diri kita. Mungkinkah kita mempunyai cukup keberanian untuk menyatakan
diri berhimpun dalam satu “dewan imamah”? Duduk di dalam dewan tersebut
para ulama, tokoh, dan cendekiawan yang 24 jam memikirkan nasib umat
Islam?
Nurani berbisik dari lubuk hati,
benarlah apa yang disabdakan Rasulullah saw. bahwa umat Islam yang
banyak ini bagaikan semangkok makanan yang diperebutkan kaum Dajal yang
kelaparan, karena umat dilanda penyakit wahan (terlalu cinta dengan
dunia).
O. Persatuan Umat Beragama versus Ideologi Baru
Nabi Ibrahim a.s. sebagai “bapak tauhid”
telah melahirkan tiga agama besar: Yahudi, Nasrani, dan Islam. Semua
misinya adalah sama, yaitu mengangkat martabat, kesejahteraan, serta
kebahagiaan manusia; mempunyai akar sejarah yang sama serta misi tauhid
yang semula begitu indah dan murni. Di satu sisi, kita menyaksikan bahwa
zionisme bukan lagi aspirasi dari agama Yahudi, melainkan sudah menjadi
ideologi imperialistik, menjadi satu “paham atau ideologi baru”,
sehingga tidak harus menjadi Yahudi dahulu untuk menjadi seorang zionis.
Negara Cina yang penduduknya dua miliar serta kekuatannya, the overseas Chinese
(Huaren), merupakan pula satu potensi, yang harus diwaspadai. Bila
mereka bergerak dan dirasuki paham zionis, niscaya jaringan
konspirasinya (Triad) akan sama bahayanya. Juga akan sama halnya dengan
Jepang yang telah menggurita perekonomiannya, dan semakin berkecambah
aliran-aliran mistik serta konspirasi rahasianya (Yakuza), akan menjadi
ancaman pula di masa depan bagi para juru dakwah.
Kaum zionis akan menghantam seluruh
agama samawi. Menyingkirkan logika iman yang dianggapnya sebagai
tirani, racun, dan kebodohan untuk digantikan dengan liberalisme total
serta sekuler matrialistik. Dengan demikian, dalam menghadapi kaum
kafir zionis yang bercita-cita untuk menghapus agama (abollition of all religion) merupakan tugas para juru dakwah.
Sudah saatnya seluruh agama bersatu-padu
menghadap ideologi mereka. Tidak ada alasan lagi untuk melakuan konflik
dan silang sengketa yang melelahkan, saling berebut pengaruh dengan
menghitung jumlah dan menghalalkan segala cara untuk memperbanyak
jamaah. Konflik diantara umat beragama hanya membuat “tertawa dan
terbahaknya” kaum zionis. Dan tentunya pula, hal itu melemahkan misi
umat beragama itu sendiri.
Perpecahan dan konflik dalam dan
antar-agama, hanyalah sebuah kegelapan yang panjang. Itu tidak
memberikan dampak apa pun kecuali luka yang semakin menganga dan derita
yang semakin membuat nelangsa.
Tantangan dan Jawaban
Tantangan Kaum Dajal:
Menghapuskan segala dogma agama yang
dianggapnya sebagai tirani yang mengebiri kebebasan manusia. Agama tidak
realistis, bertentangan dengan fitrah manusia yang realistis, dan
empirik. Dalam sejarah manusia, ternyata agama merupakan sumber konflik.
Jawaban Umat Islam:
Gerakan reformasi (ishlah) dalam metode
dan aplikasi dakwah secara total dan menyentuh kehidupan (total dakwah).
Melalui pendekatan: pengetahuan kesejarahan, pendekatan rasional, dan
penguasaan berbagai ideologi sebagai bahan perbandingan.
Tantangan Kaum Dajal:
Menguasai seluruh jaringan pranata
kehidupan, terutama dominasi di bidang ekonomi dan moneter, ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai jembatan emas menuju cita-cita satu
pemerintahan dunia (novus ordo seclorum).
Jawaban Umat Islam:
Pola pendidikan umat yang harus
dikembangkan secara faktual. Di samping pendekatan ritual normatif,
ditanamkan pula berbagai metode pendidikan yang bersifat aktual
aplikatif serta metode belajar partisipatif.
Tantangan Kaum Dajal:
Untuk memecah keyakinan dogmatis, dirancang agama palsu (pseudo and quasi religion)
dalam bentuk agama alternative, misalnya: jehovah, satanisme,
okultisme, unitarian-universalist, dan sebagainya, dengan pendekatan
rasional.
Jawaban Umat Islam:
Pola pendidikan tauhid, pemahaman budaya barat (westernologi) sudah harus dikuasai oleh para cendekiawan Islam, sehingga mampu mengkounter tendensi atau mewabahnya aliran mistik, pseudo tasawuf dan sebagainya.
Tantangan Kaum Dajal:
Untuk mewujudkan cita-cita Dajal
menguasai dunia maka seluruh potensi konflik harus dimunculkan ke
permukaan. Pertentangan antar-etnik, pertentangan rasial dan konflik
agama harus dijadikan pemicu untuk kepentingan konspirasi Dajal.
Kebanggaan nasionalisme; patriotisme merupakan penghalang bagi
melajunya cita-cita kaum Dajal, sehingga sejak awal sudah harus
direncanakan satu gerakan penghancuran nasionalisme melalui konflik
SARA, agar dengan mudah Dajal memperbudak mereka dalam kandang
kekuasaan dunia yang monolitik.
Jawaban Umat Islam:
Umat Islam hanya akan menang selama bersatu (ittihadul-ummah).
Bila umat Islam pecah maka bersiaplah untuk kalah. Sudah merupakan
aksioma Ilahiyah bahwa persatuan umat dan jamaah merupakan kunci untuk
menjawab tantangan Dajal. Termasuk juga menggalang persaudaraan
antar-agama, etnik, dan ras demi menghadapi gerakan kafirisasi yang
akan memorak-porandakan persatuan dan kesatuan, dan menghapuskan
semangat kebangsaan atau nasionalisme. Sudah saatnya umat beragama
bersatu dalam tali cinta dan persudaraan karena kesejarahan kebangsaan
yang pluralis-unitarian dan sebaliknya.
Tantangan Kaum Dajal:
Mengembangkan budaya natural-realistis yang bebas dari nuansa agama, sehingga mampu merasuki alam pikiran masyarakat.
Jawaban Umat Islam:
Melakukan kounter dengan memotivasi
para budayawan Islam untuk lebih kreatif dan tetap populis, sehingga
seni budaya mampu menjadi sarana dakwah yang mengglobal.
Tantangan Kaum Dajal:
Meningkatkan peredaran obat-obatan
setan, alkohol, serta berbagai bentuk hiburan modern, misal kafe, klub
malam, dan bentuk hiburan lainnya sebagai tempat peredaran obat.
Jawaban Umat Islam:
Menanamkan fanatisme bahwa memasuki
kafe, klub malam, serta tempat hiburan malam bernuansa sekuler adalah
sama nista dengan mendekati zinah. Dan pada saat yang sama menghidupkan
kembali rumah tangga Islami (usrah-Islamiyah).
Tantangan Kaum Dajal:
Membius anak-anak muda dengan berbagai
jerat yang sangat profesional, mulai dari budaya seni, artis,
selebritis, obat, dan penghancuran mentalitas.
Jawaban Umat Islam:
Menggiatkan minat anak-anak remaja
terhadap olahraga, seni budaya, dan seluruh pranata sosial dengan cara
saling menunjang satu dengan lainnya.
Tantangan Kaum Dajal:
Menyebarkan fitnah dan mengadu-domba
(friksi) di kalangan tokoh- tokoh agama atau para mujahid
Islam yang cerdas dan potensial, sehingga mereka mati sebelum
berkembang. Fitnah merupakan senjata kaum Dajal yang ampuh dan membunuh
tanpa harus mati.
Jawaban Umat Islam:
Menanamkan fanatisme tentang pentingnya
jamaah, ukhuwah dalam bentuk yang nyata. Memberikan bekas yang mendalam
bahwa fitnah adalah api menyala dari nafsu Dajal. Dan mereka yang
memfitnah, betapapun mengatas-namakan agama, tidak lain adalah pengikut
Dajal.
Tantangan Kaum Dajal:
Memanfaatkan media massa sebagai “juru
bicara ideologi” dan memojokkan atau tidak memberi kesempatan kepada
para tokoh potensial untuk berdakwah (menulis) di media massa yang ada,
sehingga hubungan emosional para tokoh tersebut tertutup dengan
umatnya. Sebarkan fitnah kepada para pemimpin redaksi terhadap tokoh
tertentu agar mereka punya alasan untuk mem-black out.
Jawaban Umat Islam:
Melakukan satu rekrutmen organisasi
jurnalis Islami, sehingga mereka senantiasa mampu berpihak pada
agamanya dari bersifat objektif. Para pemangku lembaga media massa
harus mempunyai gairah Islamiyah yang nyata dan transparan. Memberikan
kesempatan yang luas kepada tokoh agama untuk memberikan pemikirannya
melalui media massa di mana mereka mempunyai akses dan otoritas.
Tantangan Kaum Dajal:
Agama merupakan dogma yang menyalahi
kebebasan berpikir, tidak sesuai dengan jalan pikiran logis, dan tidak
bisa dibuktikan dengan hukum, sebagaimana diyakini oleh kaum pemikir.
Jawaban Umat Islam:
Melakukan gerakan pembaruan dalam materi
dan metode dakwah dengan melalui pendekatan argumentatif, mempelajari
hukum logika dan mengikuti perkembangan pemikiran zaman, di mana banyak
tantangan ideologi baru yang pada hakikatnya cenderung untuk bersifat
matrialistik absolut dengan mengandalkan ilmu logika.
Tantangan Kaum Dajal:
Mempersiapkan kader-kader muda pendukung ideologi masyarakat Dajal yang berpikir bebas nilai tanpa ikatan dogma agama.
Jawaban Umat Islam:
Menggerakkan seluruh pranata dakwah dan menjadikan masjid sebagai pusat pengkaderan.
Tantangan Kaum Dajal:
Mencuci otak anak-anak kecil dengan fantasi dan buku-buku sekuler, sehingga jiwanya dikuasai oleh ideologi Dajal.
Jawaban Umat Islam:
Melakukan kounter dengan cara
menerbitkan buku-buku Islami yang bersifat kontemporer dan aktual
sehingga diminati anak-anak kecil.
Tabel di atas terlihat simplistis,
padahal kenyataannya jauh lebih kompleks dari apa yang telah kita urut
dalam tabel tersebut Hal ini baru tahap awal analisis penulis.
Microsoft dan Simbol Masonic
Jaileh, yang gue bahas ilmunya jauh
amat yak? tapi yaudahlah gpp.. ye gak? kali ini gue bakal bahas tentang
apa hubungannya microsoft ama simbol masonic.. oke? tapi sekali lagi
musti gue kasih tau semua informasi ini gue copy dari notes facebook
kak SUVA NUGRAHA okee.. jadi kalo bahasnaya kaku yee itu bukan bahasa
gue..
Dari waktu ke waktu, lewat berbagai
media, Freemasonry sesungguhnya telah menampakkan eksistensinya melalui
simbol-simbol. They speak us! Sayangnya, banyak dari kita yang terlena
sehingga tidak menyadari kehadirannya. Microsoft Windows adalah salah
satunya.
Sebagian besar kita telah mengenal
produk-produk Microsoft Corporation pimpinan Bill Gates yang sangat
terkenal: Windows 95/98, misalnya. Nama asli Bill Gates adalah William
Henry Gates III di mana “III” berarti orde ketiga. Ia biasa dipanggil
Bill Gates.
Windows menggunakan The American
Standard Code for Information Interchange (ASCII) untuk sistem
operasinya. ASCII adalah seperangkat kode berupa angka dari 0-255 yang
merepresentasikan karakter-karakater dalam komputer. Semua karakter
yang anda lihat pada keyboard sebenarnya adalah kode angka-angka dari
0-255 (1 byte). Misalnya, huruf “A” adalah 65 dan huruf “B” adalah 66.
Pada Tabel ASCII angka 0-128 adalah
karakter utama, sedangkan. Angka 129-255 kode ASCII yang diperluas.
Pada tabel ASCII, “Dec” merupakan singkatan dari “decimal”, dan “Char”
merupakan singkatan dari “karakter”. Tabel ASCII selengkapnya bisa anda
lihat dengan mengklik link ASCII ini.
Dari tabel ASCII, yang perlu
diperhatikan adalah angka dan karakter aflabetisnya saja. Mari kita
ketik BILL GATES III lalu konversi ke dalam kode ASCII. (B=66; I=73;
L=76; L=76; G=71; A=65; T=84; E=69; S=83; I=1; I=1; I=1), dan
jumlahkan, maka hasilnya adalah 666. Kita tahu 666 adalah lambang
Lucifer. Sebuah kebetulan? Kita coba dengan WINDOWS 95 dan MS-DOS 6.21.
W=87; I=73; N=78; D=68; O=79; W=87;
S=83; 9=57; 5=53, totalnya adalah 665 + 1= 666. Darimana angka 1
diperoleh? “1” diperoleh dari hasil penjumlahan 9+5=14 dan dikurang
dengan “1”, yang menghasilkan jumlah 13, angka Masonic. Formasi Angka
13 sebenarnya sudah muncul pada logo Microsoft. Lihat logo di atas.
M=77; S=83; – =45; D=68; O=79; S=83; “SPACE”=32; 6=54; “.”=46; 2=50; 1=49, jumlahkan, maka hasilnya adalah 666!
Tiga kali secara berturut-turut simbol
Masonic muncul pada produk Microsoft. Ada hal yang lebih mencengangkan
lagi. Cobalah gunakan Excel 95 (bukan Office 97!), lalu ikuti
langkah-langkah berikut:
1. Open new file
2. Klik baris 95, dan highlight keseluruhan baris.
3. Tekan Tab, lalu pindah ke kolom kedua.
4. Gerakan mouse and klik help>about microsoft excel
5. Tekan ctrl-alt-shift dan klik technical support secara bersamaan.
6. Sebuah Window baru akan muncul dengan tulisan: THE HALL OF TORTURED SOULS.
2. Klik baris 95, dan highlight keseluruhan baris.
3. Tekan Tab, lalu pindah ke kolom kedua.
4. Gerakan mouse and klik help>about microsoft excel
5. Tekan ctrl-alt-shift dan klik technical support secara bersamaan.
6. Sebuah Window baru akan muncul dengan tulisan: THE HALL OF TORTURED SOULS.
Hanya sedikit orang dari seluruh belahan
dunia ini yang mengetahui misteri ini. Anda adalah salah satunya!
Pertanyaannya adalah apakah ini sebuah lelucon dari programer
Microsoft? Atau memang Bill Gates adalah seorang Mason pengikut setia
Lucifer.
Bill Gates sesungguhnya memiliki
kekuasaan definitif ditangannya. Lebih dari 80% komputer di dunia masih
menggunakan Windows, termasuk Pentagon! Jika semua produknya sengaja
disusupkan program (seperti misalnya Hall of Tortured Souls), maka
bukanlah hal yang sulit baginya untuk mengontrol sistem arsenal nuklir,
kerusakan pada sistem keamanan, dan sistem keuangan seluruh dunia!
Bahkan, jika kita hanya menggunakan Internet Explorer saja, sudah
memungkinkan baginya untuk mengetahui apa yang sedang kita lakukan di
dunia maya.
Yang pasti fenomena “The Hall of
Tortured Souls” adalah sebuah program yang sengaja dibuat oleh Gates
maupun para programernya. Sebab, tidak mungkin komputer mengkreasi
sendiri program-program yang ada padanya.
Sekali lagi maap ya kalo gak jelas atau gak ngerti, soalnya informasi ini menurut gue penting jadi gue posting deh.. hhe..
Wassalam. (Jiahh, gue ketularan sobat gue ngomong wassalam tanpa assalamualaikum. wkwk)
Wassalam. (Jiahh, gue ketularan sobat gue ngomong wassalam tanpa assalamualaikum. wkwk)
Tags:
artikel
Posting Komentar